Selasa, Juli 22, 2025
BerandaHeadlineSudah Ada Sejak 50 Ribu Tahun, Intip Fakta Lainnya Tentang Tanaman Sagu

Sudah Ada Sejak 50 Ribu Tahun, Intip Fakta Lainnya Tentang Tanaman Sagu

Sagu punya sejarah panjang di Indonesia. Namun sayang sagu kini terbilang tanaman marginal dan konsumsinya di berbagai daerah Indonesia sudah jarang.

Indonesia sangat kaya akan sumber pangan, termasuk untuk sumber karbohidrat. Meski beras kini jadi yang utama, tapi sesungguhnya banyak sumber karbohidrat lain yang dapat dikonsumsi.

Salah satunya sagu. Sebagaimana dilansir dari food.detik.com dalam acara Merayakan Gastronomi Indonesia (9/2/2024), Ahmad Arif selaku peneliti sagu dan penulis Sagu Papua untuk Dunia membeberkan fakta menarik soal sagu.

Sagu disebut sebagai tanaman marginal, padahal potensinya sangat bagus untuk dijadikan alternatif beras yang mayoritas dikonsumsi di Tanah Air. Banyak daerah di Indonesia juga punya olahan sagu enak yang layak dicoba.

Berikut 7 fakta sagu, manfaat, serta potensinya:

1. Tanaman sagu sudah ada 50 ribu tahun lalu

Mengawali diskusi mengenai sagu, Ahmad Arif mengatakan sagu sesungguhnya adalah pangan leluhur yang diabaikan. Ia mengatakan sagu sesungguhnya merupakan bahan makanan kuno.

“Jejak konsumsinya sudah dari 50 ribu tahun lalu,” kata Ahmad Arif. Ia juga menjelaskan kalau Marco Polo, petualang yang berkelana ke berbagai pelosok Asia, pernah mencatat soal sagu di Aceh. “Ia menyebut ada roti sangat enak dibuat dari sagu. Sekitar 5000 tahun lalu,” tambahnya.

2. Lahan sagu 5 juta hektar

Membicarakan sagu, banyak yang mengaitkan tanaman ini dengan Papua. Faktanya, tanaman sagu dapat ditemukan di daerah lain di Indonesia, seperti Maluku, Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera.

Mengutip Flach (1997) dan UP4B (2014), Ahmad Arif mengungkap lahan sagu di Indonesia mencapai sekitar 5 juta hektar. “Sagu alam paling banyak di Papua, tapi sagu budidaya paling banyak di Siak, di Riau,” kata Ahmad Arif.

3. Olahan sagu sangat beragam

Ahmad Arif mengungkap ironi olahan sagu di berbagai daerah sangat banyak, tapi kini sudah jarang dikonsumsi. Selain papeda yang terkenal dari Papua, ada banyak olahan sagu dari daerah lain.

Sebut saja timpan sagu dari Aceh, mie laksa dari Kepulauan Riau, kue satu dari Jambi, bubur gunting dari Kalimantan Timur dan Selatan, ongol-ongol dari Jawa Tengah, hingga ilabulo khas Gorontalo.

4. Sagu unik di Indonesia

Ahmad Arif yang telah meneliti berbagai jenis sagu, mengungkap di Desa Yoboi, Sentani, Jayapura, Papua ada jenis sagu yang bisa langsung dimakan. “Tinggal dipotong, direbus, dan bisa dimakan. Rasanya manis-manis kayak tebu,” kata Ahmad Arif.

Ia menjelaskan sejatinya di Indonesia sagu secara umum berasal dari pohon rumbia dan pohon aren. Yang diambil adalah pati dari pohon tersebut.

5. Sagu, tanaman marginal

Ahmad Arif mengatakan sagu kini dianggap sebagai tanaman yang tidak berarti atau seperti tanaman marginal. “Ketika ada pembangunan, lahan sagu sering dikorbankan. Sagu seperti tidak berharga, padahal alternatif sumber pangan yang bagus,” katanya.

Ahmad Arif mengutip penelitian Rachman and Ariani (2008) mengungkap konsumsi sagu yang tergolong amat rendah di Indonesia sekarang. Sebab konsumsi pangan pokok di Indonesia pada 2017 merupakan beras dengan persentase 74,6%.

6. Potensi sagu jadi pengganti beras

Sagu sesungguhnya amat berpotensi sebagai pengganti beras. Menurut Ahmad Arif, dibanding beras, sagu merupakan tanaman resisten yang tidak tergantung musim.

“Sagu ada terus sepanjang waktu. Di Maluku bahkan sagu tumbuh dekat pantai, membuktikan bisa tumbuh di area yang kadar garamnya yang tinggi,” katanya.

7. Produktivitas sagu

Menurut Ahmad Arif, jika dibandingkan dengan beras, produktivitas tanaman sagu bisa lebih tinggi dari beras. “Sagu memang dipanen 10-15 tahun. Namun kalau tanam 1 hektar, produktivitasnya bisa lebih tinggi dari beras,” ucapnya.

“Satu pohon sagu bisa dimakan 4-6 orang sampai 3 bulan,” katanya. Pada akhir diskusi, Ahmad Arif menyampaikan, “Kembali ke persoalan keberagaman, kalau memang lahannya efektif menanam sagu, ya jangan digeser. Keberagaman itu kuncinya. Lahan gambut ya jangan diubah jadi sawah, tapi tetap untuk lahan menanam sagu.” (net)

Sumber: food.detik.com

BERITA TERKAIT
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

BERITA POPULER