Kamis, Juli 31, 2025
BerandaHeadlineDari Gua Hira Jabal Nur, Cahaya Memancar ke Seluruh Dunia

Dari Gua Hira Jabal Nur, Cahaya Memancar ke Seluruh Dunia

Jabal Nur berketinggian sekitar 600 meter. Tidak terlalu tinggi, tapi membutuhkan perjuangan besar untuk mencapai puncak, yaitu Gua Hira.

Kami tim Media Center Haji (MCH) Daker Makkah berkesempatan untuk melakukan ziarah religi ke Gua Hira dengan dipandu Ketua Mustasyar Diny yang juga pakar sejarah Islam, Oman Fathurahman, Sabtu (14/6/2025).

Kami memulai perjalanan dari kaki Gunung Jabal Rahmah sekitar pukul 02.30 WAS. Dengan melewati ribuan anak tangga. Sekitar pukul 04.00 WAS, kami mencapai puncak Jabal Nur, tempat di mana Gua Hira berada.

Ribuan jemaah dari berbagai penjuru dunia tak henti bersemangat untuk mencapai puncak, menapaki ribuan tangga, dan memenuhi cita-citanya untuk bisa masuk ke dalam Gua Hira, tempat di mana Rasulullah saw pertama kali mendapatkan wahyu dari Allah Swt melalui Malaikat Jibril.

Kendati harus berpeluh keringat dan sering berhenti untuk beristirahat, ribuan jemaah ini merasakan kepuasan dan haru karena berhasil menggapai puncak Jabal Nur.

Ketika sampai puncak, peziarah turun lagi sekitar 20 meter. Tampak ratusan orang antri berebut masuk ke dalam lorong gua yang sangat sempit dan hanya muat satu orang. Anda harus menunduk untuk melewatinya. Gua sempit ini adalah jalan menuju Gua Hira.

Ketika sampai ke Gua Hira, hati saya bergetar dan merinding. Sambil melantunkan shalawat berulang kali dan membaca QS Al-Alaq, saya akhirnya berhasil masuk ke dalam Gua di mana Rasulullah Saw berkhalwat selama sebulan ini.

Gua Hira ini berukuran kecil, hanya muat untuk 2 – 3 orang saja. Di dalam Gua ini, ada batu dengan panjang sekitar 1 meter yang digunakan Rasulullah saw untuk beristirahat.

Tiga Nama Jabal Nur

Oman yang menjabat sebagai guru besar Filologi UIN Jakarta ini mengatakan, Jabal Nur adalah salah satu situs yang paling bersejarah dalam Islam. Dari kejauhan, gunung ini tandus berwarna hitam kecoklatan memiliki bentuk seperti punuk onta.

Gunung ini memiliki tiga nama, yaitu Jabal Al-Quran, Jabal Islam dan Jabal Nur. Disebut Jabal Al-Quran karena Nabi Muhammad saw pertama kali menerima wahyu Al-Quran di Gunung ini, yaitu QS Al-Alaq ayat 1-5 dan disampaikan oleh Malaikat Jibril.

Dikisahkan, Nabi Muhammad saw melakukan khalwat di Gua ini. Berangkat dari kegelisahan Nabi akan budaya jahiliyah dan menyembah berhala dan budaya-budaya jahiliyah lainnya.

Oman menjelaskan, khalwat atau tahannus ini adalah tradisi dari bangsa Quraisy. “Bangsa Quraisy ini dalam satu tahun suka bertahannus selama satu bulan. Tahannus ini maksudnya adalah mencari kebaikan. Ketika ada kegelisahan di dalam diri, maka ia berkhalwat untuk mencari inspirasi kebaikan,” jelas Oman.

Pada usia 40 tahun, tepatnya pada Ramadan, Nabi berkhalwat dan pertama kali didatangi oleh Malaikat Jibril. “Nabi dijumpai Malaikat pertama kali lewat mimpi. Setelah itu, Nabi bangun, dan memang benar, Jibril meminta Muhammad untuk membaca ‘iqra’. Tapi Nabi menjawab “Maa aqraa? (apa yang harus saya baca?’ Sampai Malaikat Jibril membimbingnya tiga kali. “Baca, tapi jangan baca dengan diri kamu sebagai manusia,” Oman menceritakan.

Kemudian turun QS Al-Alaq 1-5 yang bermakna bahwa bacalah dengan atas nama TuhanMu. Tuhan itu yang mengusai dan menciptakan kamu manusia.

Kedua, disebut Jabal Islam karena, dari Gua Hira ini, awal mula agama Islam lahir dan merahmati semua dunia. Agama Islam menjadi agama peradaban, khususnya peradaban bangsa Quraisy yang dalam kondisi jahiliyah waktu itu.

Ketiga, lanjut Oman, disebut Jabal Nur, yang artinya Gunung Cahaya. Cahaya Islam yang tersebar ke seluruh penjuru dunia. “Dari tempat ini lah, tersebar cahaya ke seluruh dunia,” kata Oman.

Hikmah Perjuangan Raih Kemuliaan

Untuk mendaki puncak Jabal Nur ini, diperlukan kekuatan yang luar biasa. Oman mengatakan, tidak semua orang mampu mendaki gunung ini. Kemudian kami tim MCH membayangkan, bagaimana Siti Khadijah, istri Rasulullah saw, setiap hari melewati gunung yang penuh bebatuan ini, untuk mencapai puncak Gua Hira hanya untuk mengantarkan makanan bagi baginda Nabi.

Tentu dibutuhkan perjuangan yang sangat luar biasa. Tapi itu bukti kecintaan dan kesetiaan kepada Nabi Muhammad.

Oman mengatakan, kebesaran Islam yang kita rasakan sampai hari ini adalah bermula dari Gua yang sempit. Dan untuk mencapai ruang sempit ini, dibutuhkan perjuangan yang berat. “Kita tahu, betapa susah payahnya Rasulullah saw dulu. Kita saja yang berangkat tengah malam, di mana cuaca sedang tidak panas, masih merasa kelelahan. Apalagi zaman Rasulullah dulu belum ada fasilitas tangga dan titik-titik penyedia logistik seperti sekarang ini,” kata Oman.

BACA JUGA :  CJH BDJ Kloter 01 Masuk Asrama Haji Banjarmasin

Karena itu, untuk mencapai suatu kebesaran dan kemuliaan harus ada perjalanan (rihlah) perjuangan yang berat. “Segala sesuatu itu tidak diperoleh dengan instan. Itu yang dilakukan Rasulullah. Bayangkan saja, Rasulullah mendaki ke Gua Hira setiap hari selama 1 bulan,” kata Oman

Di dalam Gua Hira ini, Nabi bisa berkhalwat dengan tenang. Karena walaupun sangat kecil, sirkulasi udaranya teratur. “Apabila hujan tidak kehujanan, dan apabila panas maka Beliau tidak kepanasan,” kata Oman.

Istimewanya lagi, Gua Hira ini langsung menghadap Kakbah. Kita akan melihat Gua Hira ini langsung menghadap zam-zam tower sebagai tanda mengarah ke Kakbah. “Ini bisa menjadi pelajaran dan hikmah bagi kita. Bahkan kiblat itu sangat penting. Ajaran Islam menjadi penting untuk melakukan segala sesuatu,” kata pengasuh Ponpes Al-Hamidiyah, Depok ini.

Empat Unsur Haji

Oman mengatakan, ziarah Jabal Nur ini memang tidak termasuk dalam ritual haji. Tapi menjadi unsur haji yang sudah dilakukan oleh orang-orang terdahulu. Menurut Oman, Haji ini memiliki beberapa unsur, yaitu unsur ibadah, ziarah dan tijarah (dagang). Sebelumnya ada pula unsur rihlah ilmi, tapi sekarang sudah tidak banyak dilakukan masyarakat Indonesia.

Unsur ibadah, kata Oman, yaitu menunaikan rukun Islam ke-5. Sementara unsur tijarah, banyak orang yang berdagang selama musim haji untuk memenuhi kebutuhan jemaah, baik makanan ataupun oleh-oleh haji. Sedangkan unsur ziarah, jemaah haji selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah di tanah suci ini. Seperti Gua Hira, makam Ma’la, Gua Tsur, dan lainnya.

Unsur keempat, yaitu unsur rihlah ilmi (perjalanan menuntut ilmu). Oman mengatakan, perjalanan menuntut ilmu ini sering dilakukan oleh orang-orang terdahulu. Usai berhaji, mereka tidak langsung pulang, karena sekaligus berniat menuntut ilmu. Bisa sampai puluhan tahun, hingga memutuskan untuk tinggal di tanah suci. Bahkan di antara mereka menjadi ulama besar di dunia. Sebutlah Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syekh Mahfudz Termas, Syekh Yasin Al-Fadani, dan ulama lainnya. Ulama tersebut wafat di Makkah dan dimakamkan di Jannatul Ma’la.

Wisata Religi

Ketika memasuki area Gua Hira, peziarah akan disambut dengan taman wisata religi Gua Hira. Di taman ini, banyak terdapat toko-toko makanan dan oleh-oleh serta ruang pameran.

Di satu sisi kaki gunung ini, ada pula yang menawarkan naik Onta dengan tarif mulai dari 10 SAR. Sehingga berswafoto naik onta dengan latar belakang Jabal Nur ini akan menjadikan momen yang tidak terlupakan bagi peziarah.

Taman ini memberikan kenyamanan bagi peziarah setelah cukup lelah mendaki Jabal Nur. Puluhan cafe yang menawarkan makanan dan minuman bisa menjadi pilihan untuk mengganjal perut Anda karena lapar. Peziarah juga bisa berbelanja oleh-oleh khas Gua Hira di taman ini.

Oman mengatakan, kawasan Gua Hira ini memang dijadikan sebagai tempat ziarah religi. Pada musim haji, peziarah akan lebih padat dibandingkan waktu-waktu lainnya. “Di musim umrah ada juga, tapi tidak sebanyak di musim haji,” kata Oman.

Oman berpesan kepada jemaah yang akan mendaki Jabal Nur ini untuk mempersiapkan fisik dengan baik. “Kalau memang kurang prima, yang sebaiknya di bawah saja tidak usah naik,” katanya.

Pesan lainnya, lanjut Oman, peziarah tidak membuat grafiti, baik coretan atau pun gambar di batu-batu sekitar Gua Hira.

“Yang perlu kami sampaikan juga, kalau sudah masuk di Gua Hira, hendaknya tidak sholat. Ini tidak ada ajarannya dan akan mengganggu peziarah lain karena menyebabkan kemacetan antrian,” kata Oman.

Pesan terakhir adalah, peziarah tidak mengambil sesuatu dari kawasan Jabal Nur, misalkan batu atau pasir yang kemudian dijadikan jimat. “Ini bisa mengganggu tauhid kita,” kata Oman.

Jadi, selamat berziarah di Jabal Nur. Jangan lupa siapkan fisik Anda dan bawa bekal secukupnya untuk mendaki. Rasakan perjalanan religi yang sangat berkesan untuk mencapai puncak di mana Nabi Muhammad saw mendapatkan risalah Islam, cahaya yang memancar untuk seluruh dunia. ***

Dikutip dari https://kemenag.go.id/

BERITA TERKAIT
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

BERITA POPULER