spot_img

Gubernur: Ponpes Rakha Merupakan Laboratorium ke-Islaman

Link, Amuntai – Gubernur Kalimantan Selatan, H Sahbirin Noor menghadiri puncak peringatan Satu Abad Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah (Ponpes Rakha) di Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Sabtu (22/10).

Gubernur Kalsel yang akrab disapa Paman Birin, bangga dan memuji perjalanan Ponpes Rakha Amuntai, yang berusia genap 100 tahun atau satu abad dan menjadi laboratorium ke-Islaman.

“Satu abd bukan waktu sebentar. Seratus tahun itu luar biasa, kada gampang-gampang (bukan mudah dicapai,red),” puji Paman Birin.

Tentu saja ujarnya, peringatan ini sebagai wujud syukur kepada Allah SWT. Diharapkan, dengan bersyukur atas apa yang diberikan Allah SWT, semua mendapat nikmat yang lebih banyak.

Terkait keinginan pengelola Ponpes Rakha agar mendapat bantuan pengaspalan jalan atau halaman sekolah dan pembangunan masjid, gubernur berjanji akan membantunya.

“Kita akan bantu sesuai aturan yang ada,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Panitia Peringatan Satu Abad Rakha, KH Abdul Hasib Salim dalam laporannya, menjelaskan secara singkat sejarah Ponpes Rakha yang dibangun 13 Oktober 1922 / 12 Rabi’ul Awwal 1341 ini.

“Ponpes Rakha saat ini memiliki jenjang pendidikan mulai Raudatul Atfal, kelompok bermain, tempat penitipan anak, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiah, Madrasah Aliyah, Sekolah Tinggi Agama Islam, Sekolah Tinggi Ilmu Qur’an, dan Ma’had Ali,” paparnya.

Ponpes Rakha yang berawal dari sebuah rumah sederhana di Desa Pakapuran, Amuntai Utara jelasnya lebih lanjut, dijadikan yayasan pendidikan dengan nama Arabische School oleh alumnus Universitas Al-Azhar 1912-1922, Guru H Abdurrasyid sekaligus pengajar dengan sistem halaqah.

Baca juga  Paman Birin Ajak Kadin dan Delegasi ASEAN Perkuat Kalsel

“Arabische School mulai maju pada pertengahan 1931 dan mengeluarkan beberapa lulusan. Sehingga memerlukan tenaga pengajar berpendidikan tinggi. Saat itu, ditunjuklah KH Juhri Sulaiman sebagai guru secara resmi pada 22 Agustus 1931,” jelasnya.

Di masa kepemimpinannya, ungkap KH Abdul Hasib Salim, Arabische School mengalami kemajuan pesat dimulai dari adanya organisasi dan administrasi perguruan sampai pergantian nama menjadi Al-Madrasatur Rasyidiyah.

Kepemimpinan berikutnya dipegang HM Arif Lubis yang melakukan pembaharuan dalam bidang pendidikan diadakan seperti penambahan bidang studi dengan ilmu umum dan memperkenalkan tingkatan pendidikan seperti Madrasah Ibtidaiah dan Madrasah Tsanawiyah juga pengadaan sekolah khusus perempuan di sore hari.
Jepang yang memasuki kota Amuntai pada 8 Desember 1942 merubah situasi dan kondisi.

Dibawah kekuasaan Dai Nippon, dilakukan pembubaran partai dan organisasi massa. Nama madrasah pun harus diganti dengan Kai Kjo Gakko.

KH Idham Chalid selanjutnya menjadi pemimpin madrasah melalui musyawarah yang dipimpin KH Juhri Sulaiman.

Dalam masa kepemimpinannya, sistem dan metode pendidikan, materi kurikulum, struktur organisasi manajemen, dan pola pikir serta kebebasan disusun sesuai dengan kelaziman perguruan Islam.
Setelah Idham Chalid wafat, kepemimpinan dipegang H Safriansyah sampai tahun 2014, dilanjutkan Ir H Muhammad Said dan sekarang dipimpin KH Husin Nafarin. (why)

BERITA LAINNYA

spot_img
spot_img

BERITA TERBARU