spot_img

Intervensi MCP di Kalsel Belum Memberikan Sinyal Positif

Link, Banjarbaru – Tren capaian Monitoring Center for Prevention (MCP) dari KPK  di Kalimantan Selatan tahun 2018-2021, secara umum berada di atas capaian rata-rata nasional. Namun, pada capaian tahun 2022 yang masih berlangsung sampai dengan saat ini, beberapa area intervensi MCP belum memberikan sinyal yang positif.

“Area intervensi tersebut adalah Manajemen ASN, Pengelolaan BMD, dan Tata Kelola Keuangan Desa. Area-area ini masih di bawah rata-rata nasional,” ungkap Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan, Rudy M Harahap, saat membuka verifikasi penilaian Monitoring Center for Prevention (MCP) dari KPK  dengan seluruh Inspektur dan tim verifikasi KPK, Kementerian Dalam Negeri, dan BPKP di Hotel Rattan Inn, Banjarmasin, Kamis (10/11).

Rudy juga mengingatkan, belum ada pemerintah daerah di Kalimantan Selatan yang berhasil mencapai Manajemen Risiko Indeks (MRI) Level 3.

“Hanya 1 pemerintah daerah yang mulai menerapkan Fraud Control Plan (FCP), yakni Pemerintah Kota Banjarmasin,” sebutnya.

Selain itu tambahnya, pelaksanaan kebijakan terkait Perencanaan dan Penganggaran, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Manajemen ASN, dan Tata Kelola Keuangan Desa belum berjalan dengan baik.

“Sebagai contoh, terdapat potensi penerimaan daerah yang belum digali dan tunggakan penggunaan aset yang belum ditagih di beberapa pemerintah daerah,” katanya.

Hal ini menurut BPKP, menunjukkan kelemahan tata kelola (governansi) pemerintah daerah yang serius, yang berpotensi fraud dan diajukan ke meja pengadilan tindak pidana korupsi.

Baca juga  Suporter Pertandingan Futsal Di Banjarbaru Rusuh

“Karena itu, upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Kalimantan Selatan harus menjadi kerja bersama,” katanya lebih lanjut.

Karena ini tidak hanya melibatkan aparat penegak hukum ujarnya menegaskan, tetapi semua unsur di pemerintah daerah, terutama para Inspektur.

“Karenanya, para Inspektur harus mempertajam kegiatan pengawasan dengan mengimplementasikan audit berbasis risiko (risk-based audit),” pinta Rudy.

Dirinya juga meminta penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah SPIP Terintegrasi, aplikasi Sistem Pengawasan Keuangan Desa (Siswaskeudes), dan percepatan peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) di pemerintah daerah.

“SPIP saat ini juga sudah diintegrasikan dengan penilaian Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), MRI, dan Indeks Efektivitas Pengendalian Korupsi (IEPK),” tambah Rudy.

Hal ini akan mampu memberikan nilai tambah dalam pencegahan korupsi di pemerintah daerah.

Sementara itu, Siswaskeudes akan membantu pengawasan keuangan desa sehingga perencanaan dan pengelolaan keuangan lebih akuntabel, sebagaimana ditekankan dalam salah satu unsur penilaian MCP dari KPK.

Rudy juga mengingatkan, para Inspektur di Provinsi Kalimantan Selatan agar lebih meningkatkan pengawasan dan memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pengawasan di pemerintah daerah.

“Hal ini akan meminimalkan peluang terjadinya tindak pidana korupsi di Kalimantan Selatan dan akan menjadi soft landing bagi kepala daerah yang akan mengakhiri masa tugasnya di Kalimantan Selatan,” tutupnya. (oetaya/BBAM)

BERITA LAINNYA

spot_img
spot_img

BERITA TERBARU