Minggu, September 8, 2024
BerandaHeadlineKPK : 60 Persen Kasus Terkait Pengadaan Barang dan Jasa

KPK : 60 Persen Kasus Terkait Pengadaan Barang dan Jasa

Link, Jakarta – Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan menyebut sebesar 60 persen kasus korupsi yang ditangani KPK ada kaitannya dengan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). 

Parahnya sebut Pahala, meskipun KPK dan pemerintah sudah berupaya semaksimal mungkin mencegah praktek pembocoran anggaran lewat PBJ melalui sistem elektronik, yaitu E-Katalog dan E-Procurement, ternyata masih saja diakali dengan berbagai macam cara untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

E-Katalog adalah aplikasi belanja online yang dikembengkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pemerintah (LKPP), aplikasi ini menyediakan berbagai macam produk dari pelbagai komoditas yang dibutuhkan oleh pemerintah.

E-Procurement adalah suatu proses pengadaan jasa dan barang secara digital. E-procurement adalah aspek penting yang diperlukan oleh perusahaan untuk membeli barang kebutuhan produksi secara lebih mudah.

Dalam rangka mencegah praktek-praktek curang dalam PBJ, selain dengan pengadaan sistem elektronik, yaitu E-Katalog dan E-Procurement, KPK juga mendorong agar ada E-Audit juga dilaksanakan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sebagai fasilitator Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

“Dengan adanya E-Audit diharapkan jika ada hal janggal, seperti ada upaya permainan harga pada setiap penawaran barang yang muncul, maka dapat dideteksi dengan mudah dan cepat, dan tanpa terkendala waktu.  Semuanya menggunakan sistem elektronik yang bisa beroperasi 24 jam,” kata Pahala, Jumat (8/2/2024) sebagaimana dilansir rri.co.id.

Baca juga  KPK Tahan 15 Tersangka Pemerasan di Rutan Cabang KPK

Selain itu, upaya lainnya adalah mensinkronkan E-Katalog dan E-Procurement dengan sistem yang ada di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU), Kementerian Hukum dan HAM dan juga Dukcapil. Sehingga, apabila dalam sebuah tender ada 10 perusahaan, tapi perusahaan itu dimiliki oleh satu orang dapat ketahuan melalui sistem Ditjen AHU.

“Ini modus memenangkan tender dengan perusahaan pendamping fiktif. Dimana yang benar cuma 1 dan 9 nya fiktif atau pemiliknya dia juga,” katanya.

Sementara itu, apabila perusahaan-perusahaan yang digunakan untuk mengakali proses tender menggunakan nama keluarga, seperti anak atau istri, maka bisa ketahuan oleh sistem Dukcapil. “Upaya ini diharapkan bisa menekan kasus-kasus korupsi yang beririsan dengan PBJ,” katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan pembagian fee alias ongkos sebesar 5-15 persen kerap ditemukan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa (PBJ). Menurutnya, hal itu sudah jadi semacam kelaziman.

Sebenarnya, kata Alex, inspektorat jenderal (Itjen) kementerian/lembaga ataupun pemerintah daerah tahu kalau ada persekongkolan jahat dalam proses PBJ. Namun, Dia mengaku memaklumi, kerena mereka kerap dihadapkan pada tekanan di mana rekanan mempunyai jaringan di pusat kekuasaan.

BERITA TERKAIT

TERPOPULER