Bismillahhirahmannirahim
Materialistis kini telah menjadi gaya hidup sebagian besar orang. Mereka seolah berlomba-lomba memaksimal waktu demi meraih materi sebanyak-banyaknya. Konyolnya lagi materialistis telah menjadi candu hingga menjadi faham materialisme.
Sapariyansyah, BUDAYAWAN SPIRTUAL.
Beranda Islami Kota Martapura
Gaya hidup materialistis, sadar atau tidak disadari pada praktiknya untuk mencapai tujuan lebih berharap pada sesama mahluk (manusia). Sekali terjeramba dalam gaya hidup seperti ini akan sangat sulit untuk keluar. Hanya dengan taufik (bimbingan) dari Allah saja satu-satunya jalan.
“Untuk mencapai tujuan hidup dengan berharap pada sesama mahluk, sesungguhnya seseorang itu sedang membangun mimpi-mimpi yang gagal”
Kalimat indah yang bermula dari diskusi di “Beranda Kota Martapura” itu begitu mengena. Ya tanpa bimbingan Allah apa yang kita lakukan akan menjadi sia-sia dan hanya menghasilkan kegagalan. Karena itulah hendaklah kita minta bimbingan setiap saat dari Allah SWT.
Dengan demikian maka taupik (pemberian / bimbingan penjagaan/ bantuan) dari Allah adalah sesuatu yang paling berharga dalam kehidupan ini.
Ketika ada orang yang mempunyai segalanya tetapi tidak mendapatkan taufiq, maka orang orang itu tidak akan mampu melakukan apapun.
Kembali ke gaya hidup materialistis, mereka yang mengagungkan sisi materi dalam menjalani sisa usianya yang akan terus berkurang hingga sampai ke ajal dari sisi kebiasaan, diiringi dengan upay-upaya instan. Lebih konyol lagi dari sini pula sikap-sikap tercela yang tidak semestinya dilakukan makhluk Ciptaan Allah yang paling mulia terjadi.
Di dunia politik yang seperti yang saat ini kita semua sedang berada di dalamnya sudah dinampakkan tindakan terburuy-buru dari berbagai pihak pelaku politik itu sendiri. Aturan-aturan yang telah ditetapkan pelaksana Pemilu sebagai perwakilan negara tidak diindahkan. Lihat saja media-media (baliho, spanduk dll) yang berisikan “ajakan” dari sejumlah BAKAL Caleg bermunculan, padahal untuk urusan itu tahapannya masih lumayan lama.
Apa yang mereka lakukan itu bagi sebagian orang tidaklah terlalu penting, namun bukankah itu sebuah gambaran jika yang bersangkutan seakan mengabarkan pesan kepada manusia (pemilih)atas kekhawatiran dirinya untuk meraih tujuan.
Inilah realita yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Kabupaten Banjar yang hampir 100 persen muslim. Ironis kan, apalagi di Kabupaten Banjar ini banyak sekali para pemilik katalog ajaran-ajaran Islam dan budaya Banjar yang sama sekali tidak memberi ruang faham-fahan sekuler masuk dalam nafas kehidupan. Tetapinya nyatanya terjadi.
Kalau sudah begitu, rasanya tidak berlebihan jika saya menuliskan “Kita tidak sedang baik-baik saja. Ancaman degradasi nilai-nilai luhur ajaran para pendiri negeri telah begitu masif masuk dalam sendi-sendi kehidupan. Wallah hu alam”
Afwan.
Wassalam