Bismillahirrahmannirrahim
Pesta demokrasi Pemilu serentak 2024 telah usai. Beragam pernak pernik tersaji di teater politik. Gembira, sedih, kecewa, permusuhan, persaudaraan hingga kanibalisme suara menjadi kabar pasca pesta. Pun, uniknya masyarakat para pemilik kembali ke aktifitas harian untuk mencari nafkah.
Safariyansyah, Budayawan Spritual
Mencari yang Hilang Memelihara yang Terlupakan
Pesta demokrasi 15 Februari 2024 lalu terasa begitu meriah. Semua lini kehidupan sosial masyarakat terlibat apik dalam perjalanan para politisi untuk meraih simpati masyarakat. Ya, terasa tali persaudaraan terjalin dengan baik. Pesta telah usai, masyarakat pun nyaris tak ada riak dalam gelombang panasnya persaingan antarpolitisi maupun partai peserta pesta.
Sayang keindahan itu begitu cepat berlalu, hanya dalam kurun waktu relative singkat semua berubah. Politik uang merubah posisi para pemilik hak suara. Mereka seakan terombang-ambing antara hak dan batil.
Dulu kita nyaman. Para gulu/ulama (leader muslim) benar-benar berposisi sebagaimana haknya. Ya, dulu mereka benar-benar menjadi rujukan dalam setiap masalah. Termasuk dalam mengarungi pertarungan politik. Alhasil semua berjalan dengan sukses. Berbeda jauh dengan yang terjadi di zaman carut marut sekarang ini.
Konyol kan, karena para leader muslim justru terlibat dalam berbagai kegiatan yang membuat bingung para pemilik suara. Beruntunglah mereka yang memiliki pegangan kokoh sehingga tidak kontaminasi dengan hal hal-hal yang dianggap merusak keimanan.
Saya pun teringat petuah dari salah seorang leader muslim melalui kalimatnya “Kalau sudah carut marut, pasti muncul hal yang sering diresahkan oleh umat nabi. Yakni menjadikan orang hidup dalam kegelisahan, pesimis”.
Yaitu melihat kondisi apa yang terjadi pada umat, khususnya dan umat manusia pada umumnya. Yaitu konflik yang tidak pernah selesai, pertikaian, pertarungan dimana-mana.
Kadang kadang sampai timbul orang merasa bosan dalam kehidupannya, karena dia selalu melihat hal semacam ini terjadi.
Orang yang tidak memiliki kekuatan iman bisa mengakhiri hidupnya dengan hina. Akibat tidak mampu melihat konflik/ problem yang dihadapi. Seperti tontonan yang kerap ditampilkan setiap usai pesta demokrasi (pemilu) lima tahunan.
Allah memberikan kepada kita umur (kehidupan ini); Allah memberikan kepada kita akal; Allah memberikan kepada kita kemampuan; Allah memberikan kepada kita ilmu; Apapun selain kehidupan kita tidak bisa menjangkau apa-apa,
Bahkan Lukmanul Hakim mengatakan: ‘IT TAKHIDZILLAHATA’ALATIJAROTAN TA’TIIKALARBA’AH BILA BIDLO’AH’.
“Berbisnislah kamu dengan Allah, kamu akan mendapatkan keuntungan tanpa kamu harus mempunyai barang untuk kamu jual”.
Buatlah dunia politik menjadi sarana/jembatan yang mengantar kan orang memiliki kehidupan yang lebih baik. Masyarakat memiliki kemajuan yang lebih berarti dan daerah anda menjadi daerah yang lebih baik.
Kalau orang tidak mempunyai pegangan yang kuat /kokoh dalah kehidupan ini pasti dia akan menjadi korban yang pada akhirnya dia akan campakkan agamanya.
Cara memegang pondasi kehidupan yang harus kita miliki dalam semua perbuatan dan gerak- gerik kita supaya kita tidak terombang-ambingkan oleh keadaan dan fitnah.
Dalam Alqu’an Allah memyebutkan pada Surat Az Zumar: 15, orang yang benar-benar rugi adalah orang yang kelak di akhirat dia dan semua keluarganya tidak mendapatkan pahala bahkan mendapat siksaan dan bencana.
AFWAN
WASSALAM