Linkalimantan.com-Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) merupakan instrumen pengukuran daya saing pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dilansir dari infopublik.id, Deputi Bidang Kebijakan Riset dan Inovasi BRIN Boediastoeti Ontowirjo pada Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA), di Gedung B.J Habibie, Jakarta, Selasa (7/2/223) mengatakan, IDSD bertujuan untuk memperoleh sebuah ukuran daya saing daerah yang komprehensif yang merefleksikan tingkat produktivitas daerah.
Dia menyebut, IDSD 2022 mengadopsi kerangka pengukuran Global Competitiveness Index (GCI) 2019 dari World Economic Forum (WEF) yang disesuaikan dengan konteks daerah di Indonesia. “Pertama, kami menyusun kerangka konseptual, dimana yang kami gunakan sebagai rujukan adalah GCI, yang terdiri dari empat komponen dan 12 pilar,” kata Boediastoeti, seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Dengan kerangka itu, lanjut Boediastoeti, maka IDSD 2022 di level provinsi dan kabupaten/kota selaras dengan GCI nasional, sehingga bisa digunakan stakeholders global untuk mengukur GCI bagi Indonesia. “Setiap tahun, IDSD akan terus kami sempurnakan, di level nasional pun akan kami terbitkan. Dengan demikian, akan ada tiga level nantinya, yaitu level nasional, provinsi, dan kabupaten/kota,” jelasnya.
Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, skor nasional IDSD 2022 sebesar 3,36. Skor nasional adalah rata-rata skor IDSD seluruh provinsi. “Kami tegaskan di sini, ya, ini adalah data, bukan pemeringkatan,” tegasnya.
Skor IDSD yang berada di atas 3,51 masih terpusat di Pulau Jawa. Sedangkan beberapa provinsi dengan skor 3,00 hingga 3,51 tersebar di berbagai provinsi. “Ini memang selaras dengan mengapa pertumbuhan ekonomi saat ini masih ditopang oleh Jawa dan Sumatra,” tambahnya.
12 Pilar IDSD dan Indikatornya
Boediastoeti mengulas, kerangka pengukuran IDSD 2022 terdiri dari empat komponen pembentuk daya saing, yaitu lingkungan pendukung, sumber daya manusia, pasar, dan ekosistem inovasi. Keempat komponen tersebut ditopang oleh 12 pilar yang menjadi faktor pendorong daya saing. “Setiap pilar daya saing diukur dengan menggunakan indikator pembentuk daya saing. Indikator-indikator ini diklasterisasi berdasarkan dimensi tertentu,” urainya.
IDSD 2022 menggunakan data sekunder yang bersumber dari Kementerian/Lembaga (K/L) sebagai produsen data indikator daya saing. “Bapak ibu bisa lihat di sini, apabila secara nasional, di GCI total ada 103 indikator, maka untuk di level provinsi terdapat 62 indikator dari 12 pilar tersebut. Lalu di level kabupaten/kota, ada 48 indikator,” tambah Boediastoeti. Lebih rinci dia merinci 12 Pilar IDSD tersebut.
Pilar 1: Institusi
Pilar Institusi mengukur kekuatan kondisi institusi di daerah, dengan indikator yaitu keamanan, modal sosial, check and balances, transparansi, hak atas kepemilikan, dan orientasi masa depan Pemerintah.
Pilar 2: Infrastruktur
Pilar Infrastruktur mengukur keberadaan dan kualitas infrastruktur di daerah, dengan indikator, yaitu, infrastruktur transportasi, infrastruktur utilitas kelistrikan, dan infrastruktur air minum.
Pilar 3: Adopsi TIK
Pilar ini mengukur tingkat difusi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di daerah, dengan indikator, yaitu pengguna telepon seluler, jangkauan jaringan 4G, pelanggan internet fixed-broadband, dan pengguna internet.
Pilar 4: Stabilitas Ekonomi Makro
Pilar ini mengukur kondisi keuangan daerah, dengan indikator inflasi, kapasitas fiskal daerah, pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran terbuka, indeks ketahanan pangan, nilai investasi, dan PDRB per kapita.
Pilar 5: Kesehatan
Pilar Kesehatan mengukur “harapan hidup” yang disesuaikan dengan kesehatan di daerah melalui satu indikator, yaitu angka harapan hidup.
Pilar 6: Keterampilan
Pilar Keterampilan mengukur kuantitas dan kualitas pendidikan dan keterampilan tenaga kerja di daerah. Indikatornya adalah tenaga kerja saat ini dan tenaga kerja masa depan.
Pilar 7: Pasar Produk
Pilar Pasar Produk mengukur keterbukaan pasar produk di daerah melalui dimensi persaingan domestik, dengan indikator tingkat dominasi pasar, dan persaingan sektor jasa.
Pilar 8: Pasar Tenaga Kerja
Pilar Pasar Tenaga Kerja menggambarkan fleksibilitas dan pemanfaatan tenaga kerja di daerah, dengan indikator kebijakan pasar tenaga kerja aktif, upah pekerja, dan kesetaraan upah perempuan dan laki-laki.
Pilar 9: Sistem Keuangan
Pilar ini mengalokasikan sumber daya dan investasi yang dapat dimanfaatkan suatu daerah, dengan indikator kredit usaha rakyat per penduduk, pembiayaan lembaga ventura kepada umkm/start-up, dan rasio kredit bermasalah terhadap total pinjaman.
Pilar 10: Ukuran Pasar
Pilar Ukuran Pasar menggambarkan ukuran pasar yang dapat menguatkan struktur industri di daerah melalui dua indikator, yaitu PDRB, dan Rasio Nilai Impor terhadap PDRB.
Pilar 11: Dinamisme Bisnis
Pilar ini menggambarkan kapasitas sektor swasta untuk menghasilkan dan mengadopsi teknologi baru dan cara baru di daerah, dengan indikator biaya untuk memulai usaha, dan waktu untuk memulai usaha.
Pilar 12: Kapabilitas Inovasi
Pilar Kapabilitas Inovasi menggambarkan kuantitas dan kualitas penelitian dan pengembangan formal yang mendorong kolaborasi, konektivitas, kreativitas, keragaman, dan konfrontasi lintas visi dan sudut pandang yang berbeda, serta kapasitas untuk mengubah ide menjadi barang dan jasa baru. Indikatornya adalah keanekaragaman tenaga kerja, status pengembangan klaster, publikasi ilmiah, aplikasi Kekayaan Intelektual (KI), belanja riset, indeks keunggulan lembaga riset, dan aplikasi merek dagang.
Direktur Fasilitasi dan Pemantauan Riset dan Inovasi Daerah BRIN Lukman Shalahuddin mengatakan, data IDSD dapat digunakan sebagai dasar kajian, perencanaan, dan kebijakan pembangunan di daerah (science-based policy). “Berbagai topik kajian bisa dilakukan berdasarkan analisa data IDSD,” pungkasnya (link/net).