Semua orang dan semua anak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan terbaik. Di tengah keterbatasan yang dimiliki, ternyata tidak menyurutkan semangat anak asal Malang ini untuk meraih mimpi. Chaswanah Aini namanya. Siswi SMAN 3 Malang, warga kecamatan Pakis, Malang, Jawa Timur ini hidup di tengah keterbatasan ekonomi.
Ibunya hanya bekerja sebagai penjual sayur keliling, sedangkan sang ayah telah meninggal dunia. Meski demikian, hal ini tidak menyurutkan semangatnya untuk meraih mimpi mendapatkan pendidikan terbaik.
Chaswanah bercerita, memang awalnya mimpi tersebut sempat ia kubur dalam-dalam, mengingat keterbatasan ekonominya.
“Memang mimpi itu sempat saya kubur dalam-dalam karena selama ini hanya ibu saya sendiri yang bekerja berjualan sayur keliling untuk menghidupi 3 anaknya. Bapak meninggal sejak saya masih usia 9 tahun,” ungkap Chaswanah, seperti yang dikutip dari detikJatim.
Namun perlahan seiring berjalannya waktu, ia mencoba melangkah mewujudkannya. Lebih lengkap tentang kisah Chaswanah Aini.
Ikut Bekerja Demi Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari
Di usianya yang masih sangat muda, ternyata Chaswanah telah belajar untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ia pernah bekerja sebagai privat tutor selama 3 tahun, saat dirinya duduk di bangku SMP.
Hal ini bermula dari banyaknya teman Chaswanah yang mengalami kesulitan memahami materi dan kemudian dibantunya. Ternyata apa yang dilakukan ini didengar oleh pelanggan sayur ibunya dan akhirnya ia pun diminta mengajar privat.
“Kalau saya ngajar privat tutor itu awalnya banyak temen yang kesulitan memahami materi dan saya bantu. Ternyata apa yang saya lakukan didengar pelanggan sayur ibu saya dan diminta ngajar privat anaknya,” kata Chaswanah.
Selain itu, perempuan berusia 18 tahun ini juga pernah bekerja di Learning Management System selama 6 bulan.
Mulai Berproses Mendaftar Beasiswa Saat Kelas 11
Chaswanah yang gigih, perlahan mulai melangkah mewujudkan mimpinya saat ia kelas 11. Saat itu, ia mencoba mendaftar pendidikan lanjutan melalui jalur beasiswa.
Ia mulai mengikuti segala prosesnya yang panjang. Chaswanah sadar, tidak ada mimpi yang tercapai dengan instan, karena ini, ia mulai mengurus pendaftaran dan segala pemberkasannya.
“Untuk mengurus pendaftaran, berkas dan mengikuti ujian seleksinya itu memang memakan waktu panjang. Tapi saya tetap mencoba untuk mengikuti setiap tahapannya,” jelas Chaswanah.
Ditolak 2 PTN, tapi Diterima 3 Kampus Luar Negeri
Di tengah proses ia mendaftar beasiswa untuk ke luar negeri, Chaswanah juga ikut mendaftar Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) di dua kampus ternama, yakni Universitas Brawijaya dan Institut Teknologi Bandung.
Sayangnya, kedua kampus PTN tersebut gagal ia dapatkan.
“Daftar UB itu saya ambil jurusan manajemen dan di ITB itu ambil jurusan bisnis manajemen. Ya sayangnya saya tidak diterima di kedua perguruan tinggi itu,” ujarnya.
Meski ditolak dari dua kampus negeri ternama, kini Chaswanah Aini tak lagi bersedih, sebab berkat Beasiswa Indonesia Maju (BIM), ia justru diterima di 4 program yang ada di 3 univeritas luar negeri dan 1 sekolah lepas.
Adapun beberapa kampus yang menerimanya adalah University of Toronto Canada, Mcmaster University Canada, Monash University Australia, dan DeGroote School of Business Canada.
Hingga saat ini, Chaswanah belum memilih pasti dimana tempat ia akan melanjutkan pendidikan. Namun, jika diminta memilih, ia akan masuk ke University of Toronto Canada, karena ada program Social Sciences and Humanities sesuai keinginannya di awal.
Anak kedua dari 3 bersauda ini mengungkapkan, ia tak menyangka pada akhirnya mimpi untuk kuliah ke luar negeri bisa terwujud dan ia sangat bersyukur dengan kesempatan ini.
Terakhir, Chaswanah hingga saat ini masing menunggu tahapan akhir Letter of Government (LOG). Jika tidak ada halangan dalam prosesnya, ia akan mulai berkuliah di luar negeri pada September 2023 mendatang, seperti yang dikutip dari detikEdu. (net)
Sumber: Beautynesia.com