Bismillahirrahmanirrahim
Menghadiri majelis ilmu itu terasa indah. Namun jauh akan terasa lebih indah manakala kita bisa menjalankan ilmu itu dalam kehidupan sehari-hari. Waktu terus berlalu seiring dengan terus berkurangnya umur yang diberikan Allah SWT kepada mahluknya.
Safariyansyah, Budayawan Spiritual
Mencari yang Hilang Memelihara yang Terlupakan
Waktu terus berjalan dan berlalu seiring keindahan, manis, pahit dan getir kehidupan pun mengikutinya. Bagi sebagian ummat menyisihkan waktunya untuk menikmati keindahan ajaran-ajaran Agama yang tersaji di majelis-mejelis ilmu.
Dua kalimat dalam alenia diatas itulah yang menjadi salah kajian pada Ngaji Dialog di Beranda Rumah Birokrat Spiritualis DR Mada Teruna. Waktu terus berlalu, semua tidak terlepas dari modal yang telah diberikan Allah SWT kepada manusia sebagai ciptaan yang paling sempurna.
Apa modal yang dimaksud? Tidak lain adalah Modal UMUR! Umur seluruh mahluk hidup dibatasi dengan kematian/ ketika hari itu datang, semuanya juga telah usai. Selanjutnya tiba saatnya untuk mempertanggungjawabkan modal itu.
Hari terus berlalu seiring dengan kian berkurangnya umur yang telah diberikan Allah SWT kepada mahluknya sebagai modal dalam mengarungi kehudipan di duna fana. Lembar demi lembar kalender setiap hari kita sobek untuk menjalani hari selanjutnya. Hingga bulan pun berganti seperti halnya saat ini.
Ya, saat ini kita telah berada di penghujung tahun. Hanya tersisa puluhan hari sebagai modal yang akan menjadi warna dalam muhasabah diri, untuk memulai kehidupan di para lembar kalender tahun selanjutnya.
Tak terasa sebeles bulan di Tahun 2024 ini telah berlalu? Bukankah kita bisa merenungkan diri, apa yang telah dikerjakan dan hasilnya dalam menjalankan modal umur selama ini?
“Kalau memang ada kemajuan, itulah keuntungan sebagaimana yang diharapkan. Namun jika sama saja, maka sesungguh kita dalam keadaan merugi. Dan betapa celakanya kalau ternyata saat ini lebih jelek dari sebelumnya”
Menghadiri majelis ilmu iya! Berbuat baik? Menjalankan perintah Agama? Itu semua terserah masing-masing pribadi. Apalagi di era sekarang betapa menjamurnya keberadaan majelis-majelis ta’lim. Ribuan bahkan jutaan ummat setia hadir di majelis-majelis keilmuan itu. Sajian keilmuan hidup dan kehudapan berdasarkan nilai-nilai agama (Kitabullah) tersaji disana. Tinggal sejauh mana bisa menganflikasikan dalam keseharian.
Berbondong-bondong pergi ke majelis bukan lagi sebuah pemandangan yang mengherankan. Baik di kawasan perkotaan sampai ke pelosok daerah. Ya, karena memang di era zaman sekarang menghadiri majelis seakan menjadi kebutuhan hidup.
Terasa begitu indah menyaksikan semua itu. Hanya saja yang harus kita sadari hadir di majelis ta’lim itu indah (baik), tapi yang lebih indah adalah mengamalkan isi dari majelis ta’limi tersebut.
Sebagai mahluk yang telah diberikan modal paling berharga dari Allah yakni kehidupan dalam menjalani misi di dunia fana ini agar sukses. Kesuksesan itu sempurna jika ketika hidup di dunia terpuji. Kemudian saat dibangkitkan di ahirat terpuji bersama orang yang dipuji oleh Allah.
Begitulah reliatanya, majelis bejibun, baik majelis pengajian langsung maupun melalui postingan diberbagai media sosial. Pokoknya urusan da’wah/tausiah untuk menjadikan kita itu sehat jiwa dan raga (berakal) sudah sangat buanyaakkk. Termasuk dalam kehidupan bernegara, berpolitik yang benar, juga sudah dipaparkan secara terang benderang. Namun pertanyaannya bagaimana dalam tatanan praktiknya? MONGGO RENUNGKAN MASING-MASING, KARENA MEMANG TIDAK BISA DIWAKILKAN.
AFWAN
WASSALAM