Bismillahirrahmanirrahim
Kita mengejar ambısı, gelar, dan pujian karna kita percaya bahwa mereka akan membawa kebahagiaan sejati. Namun di dalam lubuk hati kita sebenarnya tahu bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekedar pencapaian duniawi
Safariyansyah, Budayawan Spiritualis
Mencari yang Hilang Memelihara yang Terlupakan
Kajian membongkar ilusi duniawi menjadi durasi cukup panjang yang tersaji di Beranda Lestari kediaman DR Mada Teruna sang Birokrat Spiritualis. Melalui Ngaji Dialog cerdas semua itu bisa dijelaskan dengan nyaman. Nah, pada edisi ini saya masih menukil lanjutan lanjutan materi dari edisi sebelumnya.
Kebahagiaan sejati hanya bisa ditemukan dengan memahami kebenaran, dengan mengetahui makna hidup yang hakiki. Itulah tujuan hidup yang sejati, yakni Transforması batın (pencerahan/kesadaran).
Pertanyaannya, adalah apa itu pencerahan?
Secara intelektual pencerahan bisa berarti memperoleh pemahaman baru. Seperti saat seseorang tiba-tiba menyadari solusi dari masalah atau memahami konsep yang sebelumnya sulit dipahami
Secara spiritual pencerahan adalah momen kesadaran mendalam, ketika seseorang memahami kebenaran hakiki tentang diri sendiri, kehidupan, dan hubungan yang lebih besar (Tuhan/keilahian, atau makna terdalam) hal ini berkaitan dengan transformasi batın, di mana seseorang terbangun dari ilusi duniawi.
Dalam kehidupan sehari-hari pencerahan bisa berarti menerima wawasan atau Inspirasi yang membuat seseorang melihat sesuatu dengan cara baru, membuka pikiran, dan hati.
Jadi, pencerahan adalah saat tırai ketidaktahuan tersibak (tersingkap) dan cahaya kebenaran memenuhi jiwa kita. la bukan sekadar pengetahuan tapi pemahaman yang mendalam tentang kehidupan dan artı keberadaan kita di dunia.
Dalam proses ini akan disadari bahwa diri kita lebih dari sekedar tubuh, pikiran atau ego, kita mulai melihat melampaui batas fisik menembus ilusi yang selama ini menutupi pandangan, dan mengenali siapa diri sesungguhnya.
“kita adalah jiwa (kekuatan abadi yang selalu hidup yang tidak dapat dihancurkan oleh waktu atau ruang)”
Dunia ini meski tampak begitu nyata, sejatinya hanyalah ilusi, sebuah tipuan, sebuah panggung yang diciptakan untuk menguji jiwa-jiwa kita. Kebenaran yang sejati yang tidak pernah beruban hanyalah TUHAN.
Di dalam pencerahan kita sampai pada kesadaran ini; bahwa Tuhan adalah satu-satunya sumber kehidupan, sumber kekuatan, sumber kedamaian dan kebahagiaan sejati (Semua, yang lain datang dan pergi, tetapi yang kekal adalah jiwa dan hubungannya dengan sang Pencipta). Inilah puncak dari pencarian tujuan hidup sejati adalah kembali pada-Nya.
Bagi mereka yang memandang hidup sebagai perlombaan, meraih pencapaian dan kesuksesan duniawi, menganggap bahwa dunia ini mungkin akan menjadi milik mereka. Mereka akan mengumpulkan emas dan berlian, memenuhi rekening bank mereka, dan menumpuk properti properti yang terdaftar atas nama mereka.
Kehidupan menjadi sebuah deretan panjang daftar pencapaian tanpa henti. Trofi demi trofi yang menunjukkan betapa hebat-nya mereka di mata dunia. Namun, dalam pengejaran tak kenal henti ini apakah mereka pernah menyadari bahwa harta yang paling berharga? jiwa mereka sendiri kian tersembunyi dan terkikis oleh liarnya ambisi.
Dengan banyaknya uang dan tingginya status, mungkin mereka berada di barisan orang-orang terkaya di dunia. Tapi tanpa kebijaksanaan pencerahan, tanpa kedalaman yang lahir dari pemahaman sejati tentang tujuan hidup, sebenarnya mereka sedang berdiri di ambang kebangkrutan. Jiwa mereka terasing, tak mengenal kedamaian yang sejati, hanya dilingkupi keinginan untuk mendapatkan lebih, dan ketakutan akan kehilangan. Mereka menjadi kaya akan harta, namun miskin akan makna.
Suatu hari saat perjalanan mereka di muka bumi telah mencapai akhir, segalanya akan terlepas dari genggaman. Tak satu pun dari kakayaan yang terkumpul akan menemani mereka.
Sebagaimana mereka datang ke bumi ini dalam keadaan tidak membawa apa-apa, begitu pula saat mereka meninggalkan dunia ini. Tak setitik pun yang akan mereka genggam, bahkan jasad mereka pun harus di tinggal. Pada saat itu kesadaran akan menghantam dengan sangat keras bahwa semua yang pernah dimiliki hanyalah tipuan, Ilusi. Sementara yang abadi telah hilang dari genggaman sejak lama.
Di ambang perpisahan dengan dunia ini, tak ada lagi yang menjadi milik mereka selain daripada keheningan yang menanti jawaban dan jiwa yang kebingungan mencari rumah sejatinya. Harta dan ketenaran memudar seperti kabut yang diterpa sinar matahari pagi. Sementara harta dan kekayaan lenyap secepat embun yang menguap di bawah panasnya matahari dị siang hari. Pada akhirnya manusia akan menyadari bahwa hidup bukanlah tentang; “Apa yang bisa dicapai di dunia ini tetapi tentang apa yang bisa disadari”
AFWAN
WASSALAM