Link, Jakarta – Kasus kematian petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) kembali terulang. Data sementara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sejauh ini telah terjadi 27 kasus kematian petugas KPPS pada Pemilu 2024. Mereka dinyatakan meninggal dunia pada sebelum, saat berlangsung, hingga sesudah hari pemungutan suara.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan laporan itu berdasarkan data sementara periode 10-15 Februari 2024.
“Iya [total laporan diterima 27] sebaran meninggal pasien dari petugas KPPS Pemilu,” ujar Nadia sebagaimana dilansir CNNIndonesia, Sabtu (17/2).
Nadia menjelaskan penyakit jantung paling banyak mendominasi penyebab kematian, yaitu sembilan kasus. Lalu, delapan kasus death on arrival alias masih dikonfirmasi penyebabnya.
Ada pula empat kasus kecelakaan, masing-masing dua kasus septic shock dan tidak memiliki komorbid. Selanjutnya, masing-masing satu kasus kematian karena Acute Respiratory Distress Syndrome dan juga hipertensi.
Nadia turut merinci paling banyak kasus kematian petugas KPPS ditemukan di Jawa Tengah dengan tujuh kasus.
Di Jawa Timur dan Jawa Barat terdapat lima kasus, serta DKI Jakarta tiga kasus. Lalu masing-masing dua kasus kematian di Banten dan Sumatera Selatan. Serta masing-masing satu kasus di Sumatera Utara, Riau, dan Sulawesi Utara.
“Namun angka kematian sudah sangat turun dibandingkan tahun pemilu sebelumnya ya, karena kita melakukan berbagai upaya promotif termasuk pembatasan usia dan skrining,” terang Nadia.
Teranyar, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Barat mencatat di wilayah itu setidaknya ada enam petugas dari KPPS dan satu orang Panitia Pemungutan Suara (PPS) meninggal dunia saat proses pemungutan suara Pemilu 2024 berlangsung pada Rabu (14/2) lalu.
Kebanyakan, mereka mengalami kelelahan saat melaksanakan tugas pemungutan suara.
“Enam orang petugas KPPS dan satu orang PPS (yang meninggal),” kata Komisioner KPU Jabar Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat Hedi Ardhia, Jumat (16/2).
Mereka yang meninggal dunia merupakan petugas KPPS di Kabupaten Garut dua orang, satu orang Kabupaten Tasikmalaya, satu Kabupaten Sukabumi, dan dua orang di Kabupaten Bogor. Adapun untuk anggota PPS yang meninggal, merupakan petugas PPS dari Kabupaten Tasikmalaya.
Selain itu, seorang Ketua KPPS di TPS 07 Desa Bakiruk, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT) Marselina Hoar meninggal dunia pada Jumat (16/2). Ia wafat setelah melaksanakan tugas menggelar pelaksanaan pencoblosan Pemilu 2024.
KPU NTT Jemris Fointuna telah mengonfirmasi kabar tersebut. Ia menyebut Marselina meninggal pada Jumat siang. Jemris mengaku belum bisa memastikan penyebab Marselina karena masih menunggu rekam medis.
Adapula anggota KPPS di TPS 011 Kelurahan Curugsewu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Teguh Joko Pratikno meninggal dunia saat bertugas dalam penghitungan suara Pemilu 2024.
Kepala Desa Curugsewu, Khaeri menyebut Teguh meninggal dunia saat proses rekapitulasi perhitungan suara di TPS pada Rabu (14/2) malam sekitar pukul 23.30 WIB.
Teguh sempat terjatuh usai berjongkok saat di TPS tersebut.
“Setelah terjatuh langsung kejang-kejang,” kata Khaeri, dikutip Antara, Kamis (15/2).
Korban sempat dibawa oleh rekan-rekannya ke Puskesmas Patean untuk mendapat pertolongan. Hasil pemeriksaan menyatakan almarhum sudah meninggal saat di TPS.
Adapun Teguh meninggalkan seorang istri dan empat anak. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kendal, Sugiono mengatakan akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Tengah untuk membantu biaya pendidikan anak-anak almarhum.
KPU juga telah mendapat berbagai laporan terkait kasus meninggalnya anggota KPPS. Kendati demikian, KPU belum dapat mengungkapkan berapa banyak anggota KPPS yang meninggal dunia.
Anggota KPU RI Idham Holik sempat mengusulkan penghitungan suara dengan metode dua panel sebagai langkah antisipasi agar tidak ada anggota KPPS yang kelelahan hingga meninggal dunia.
Idham menyebut usulan itu disampaikan KPU kepada DPR saat membahas rancangan Peraturan KPU. Namun, usulan itu menurutnya ditolak oleh DPR, sehingga metode penghitungan suara dua panel tidak diterapkan.
Adapun penghitungan suara dengan metode dua panel adalah penghitungan suara presiden-wakil presiden dan DPD dipisah dengan penghitungan DPR dan DPRD. (spy)
sumber: cnnindonesia