Link, Martapura – Baru berusia 5 tahun, bangunan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Puskesmas Martapura 2, Jalan Pangeran Abdurrahman, Kelurahan Keraton, Kecamatan Martapura. Kini persoalan tersebut tengah diteliti Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten Banjar.
Untuk mengetahui penyebab retaknya bangunan Puskesmas Martapura 2, Dinas PUPRP Kabupaten Banjar masih menunggu hasil penelitian yang dilakukan dosen Program Studi Teknik Sipil dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), yakni Prof Dr Ir Rusdiansyah ST MT selaku Tim Penilai Ahli (TPA) yang tergabung dalam tim analisis bangunan gedung Kabupaten Banjar.
“Untuk mengetahui apa penyebab keretakan, serta bagiamana untuk penanganan jangka pendek dan jangka panjangnya, saat ini masih dilakukan berbagai pengecekan. Baik pengecekan karakter scan, Ground Penetrating Radar (GPR) atau Georadar, sondir, dan hal lainnya. Kemungkinan pada Oktober 2023 mendatang sudah ada hasilnya,” ujar Ali Akbar selaku Kepala Bidang (Kabid) Tata Ruang dan Pengawasan Bangunan Dinas PUPRP, Rabu (2/8/2023).
Sedangkan mengenai rekomendasi agar bangunan UPT Puskesmas Martapura 2 harus dikosongkan, dan dipindahkan, Ali Akbar mengakui pihaknya tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan rekomendasi agar gedung tersebut dikosongkan.
“Perlu digaris bawahi, PUPRP tidak ada memberikan rekomendasi apapun. Karena bukan kemampuan dan keahlian kami. Karena itu, kami meminta TPA, sehingga mereka memberikan rekomendasi sesuai dengan keilmuan dan keahliannya setelah melakukan pengecekan dan dilakukan penilaian kuantitas dan kualitas retakan dari TPA kemarin guna mengurangi resiko,” jelasnya.
Karenanya, Ali Akbar mengungkapkan bahwa Dinas PUPRP Kabupaten Banjar juga masih tidak dapat memastikan apakah bangunan gedung UPT Puskesmas Martapura 2 yang dikerjakan CV Aulia Rahman dengan pagu anggaran sebesar Rp2,4 Milyar bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2018 tersebut berpotensi ambruk.
“Karena masih dilakukan penelitian. Dalam penelitian itu ada hipotesa yang kita awal kan. Namun, setelah dilakukan kajian belum tentu kebenarannya,” katanya. (zainuddin/BBAM)