Link, Banjarbaru – Jemari kedua tangannya lincah menyusun, menyisipkan bilah demi bilah purun kering yang sebelumnya telah ditumbuk. Penumbukan bertujuan agar purun –di beberapa daerah di pulau Jawa disebut mendong- lentur, sehingga memudahkan proses pengayaman.
Terus disisipkan dengan pola saling tumpang, bilah purun perlahan menjadi lembaran. Hingga lebar diinginkan, Tina, seorang perajin purun di Kelurahan Palam, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru mulai membentuknya menjadi sebuah tas berukuran sedang.
Membuat kerajinan purun berukuran kecil hingga sedang; tas, dompet, dan tempat botol misalnya, perempuan tiga anak ini mengaku dapat menyelesaikan lima hingga enam buah dalam sehari. Sedangkan untuk yang berukuran besar, tikar dan topi misalnya, ia hanya mampu membuatnya maksimal dua.
Kemampuannya menganyam purun didapatkan dari sang nenek. Sejak duduk di kelas dua Sekolah Dasar (SD), Tina sudah belajar menganyam purun. Itu lantaran di tempat tinggalnya, mayoritas warga, terutama perempuan menjadi perajin purun. Sembari mengisi waktu luang di sela kegiatan mengurus rumah tangga, membuat tikar dan bakul purun juga menjadi sumber penghasilan tabahan. Ditambah lagi, purun melimpah di kawasan Kelurahan Palam.
“Awalnya diajari nenek membuat bakul dan tikar untuk dijual ke Martapura,” kata Tina saat ditemui linkalimantan.com sedang menganyam purun di teras depan rumahnya, Sabtu pekan lalu.
Banyak dilakoni warganya sejak lama, membuat wilayah Kelurahan Palam terkenal dengan sendirinya sebagai ‘Kampung Purun’. Puncaknya, Pemerintahan Kota (Pemko) Banjarbaru dimotori aparatur Kelurahan Palam menetapkannya sebagai salah satu destinasi wisata dalam kerangka pengembangan wisata bertajuk kampung tematik pada 2016.
Sejak itu, pesona Kampung Purun kian terlihat. Warga yang sebelumnya sporadis mengayam purun dan menjualnya sendiri ke Martapura, mulai dikumpulan dalam sebuah kelompok. Saat ini bahkan ada beberapa kelompok perajin. Di antaranya; Galoeh Tjempaka, Al Firdaus, dan Galoeh Banjar.
Kreasi purun yang dihasilkan juga kian beragam. Dari yang semula berupa tikar dan bakul, menjadi banyak varian. Di antaranya; tas, topi, tempat botol, dompet, hingga baki. Mendukung pengembangan kreasi purun, kelompok perajin dibantu alat tumbuk mekanis. Karena sebelumnya, proses menumbuk masih dilakukan warga dengan cara tradisional.
Menurut Maimunah, perajin lainnya di Kampung Purun Palam, produk purun warga Palam kini tak hanya menyasar pasar lokal di Kalimantan Selatan. Pemasarannya kini hingga pulau Jawa dan Bali. Bahkan hingga luar negeri. “Irak, Turki, dan Eropa,” ujarnya
Mengeskpose potensi Kampung Purun terus dilakukan Pemko Banjarbaru yang kini di bawah kemepimpinan Wali Kota/Wakil Wali Kota, HM Aditya Mufti Ariffin – Wartono. Teranyar Kampung Purun Palam diresmikan sebagai objek One Village One Product (OVOP) pekan terakhir Desember 2021 lalu.
Seperti diketahui, OVOP merupakan program yang dikembangkan oleh Kementerian Ekonomi Perdagangan dan Industri di Jepang pada era1980-an. Program ini memiliki tujuan untuk memberdayakan daerah-daerah minimal memiliki satu produk khas dengan kualitas ekspor. (ita/linkalimantan.com)