Link, Banjarbaru – Kebijakan pemerintah pusat tentang tenaga honorer dihapus pada November 2023 menjadi isu sentral di lingkungan pemerintahan.
Pun demikian Pemko Banjarbaru jauh-jauh hari sudah mempersiapkan antisipasi diberlakukannya kebijakan Surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/ perihal Status Kepegawian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, tenaga non-ASN (honorer) akan dihapus paling lambat pada 28 November 2023 tersebut.
Wali Kota Banjarbaru H. M. Aditya Mufti Ariffin melalui Sekretaris Daerah Kota Banjarbaru Drs. H. Said Abdullah, M.Si mengatakan, permasalahan kepegawaian akan dibahas dan dicarikan solusinya.
“Terkait edaran yang terbaru ini tentang honorer, masing-masing kepala SKPD itu bisa mengatur tenaga honorer agar dipersiapkan alih tugas yang lain. Dan para PNS yang ada dioptimalkan,” katanya.
Pemerintah Kota Banjarbaru lanjutnya sudah mengambil langkah awal dengan melaksanakan Rapat Koordinasi Kepegawaian, untuk meningkatkan pengetahuan serta membangun komitmen dalam rangka menyelesaikan permasalahan kepegawaian. Seiring dengan perkembangan perubahan peraturan kepegawaian dan organisasi yang berkembang cukup dinamis, bertempat di Aula Gawi Sabarataan, Balai Kota Banjarbaru, Senin (06/06/2022).
Setiap SKPD akan diminta menyusun langkah strategis untuk penyelesaian pegawai non-ASN, agar dapat menentukan status kepegawaian menjadi CPNS dan PPPK dengan cara seleksi. Dan Instansi Pemerintah yang membutuhkan tenaga lain seperti pengemudi, tenaga kebersihan dan satuan pengamanan dapat melalui outsourcing dari pihak ketiga.
Said menjelaskan, kedepannya para non-ASN (tenaga honorer) ini akan menyesuaikan penempatan sehingga dapat memenuhi syarat CPNS dan PPPK di lingkup Pemerintah Kota Banjarbaru.
Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Banjarbaru Dr. H. Gustafa Yandi, M.Si menyampaikan, tentunya Pemerintah Kota Banjarbaru akan mengacu kepada surat Menteri PANRB tersebut.
“Tentunya kami meminta kepada semua SKPD agar melakukan pendataan ulang. Karna menyangkut data ini sangat riskan sekali kalau tidak benar. Dan kemudian juga kita mencoba kembali untuk melaksanakan kegiatan Analis Jabatan dan ABK (Analis Beban Kerja),” ujarnya.
Gustafa menambahkan, masih banyak SKPD yang membuat Analis Jabatan dan Analis Beban Kerja ini asal-asalan.
“Ini harus betul-betul sesuai dengan kenyataan yang ada. Karena itulah menjadi dasar kita untuk meminta kebutuhan pegawai kita berapa, kemudian berapa jenis jabatan yang diperlukan ini akan terlihat dari situ,” ungkapnya.(wahyu/BBAM)