Minggu, April 13, 2025
BerandaHeadlineKehidupan Sejati Adalah Bebas Dari Belenggu Ilusi

Kehidupan Sejati Adalah Bebas Dari Belenggu Ilusi

Bismillahirrahmanirrahim
Ada saatnya manusia terjebak dalam ilusi, seolah-olah dunia ini adalah tujuan akhir. Mereka sibuk mengejar kenyamanan, kedudukan dan pengakuan, tanpa sadar bahwa semua itu hanyalah bayang-bayang yang berpendar sementara.

Safariyansyah, Budayawan Spiritualis
Mencari yang HIlang Memelihara yang Terlupakan

Pekan tadi nukilan dari Ngaji Dialog di Beranda Lestari kediaman DR Mada Teruna sang Birokrat spitualis menyajikan” Dunia Bukan Rumah Kita” nah kali ini saya kembali menyampaikan nukilan kajian tentang realisasi dalam menbgarungi kehidupan kehidupan di dunia yang penuh dengan jebakan ilusi.

Mengawali kajian, DR Mada Teruna mengutif salah satu yang tersirat dalam Firman-Nya dalam Alqur’an disebutkan “Tetapi kamu lebih memilih kehidupan dunia, padahal ada sesuatu yang lebih baik dan lebih kekal.”

Ini bukan sekadar peringatan tentang kefanaan, tetapi panggilan untuk menyadari bahwa kehidupan sejati dimulai ketika kita membebaskan diri dari belenggu ilusi. Keberhasilan hakıkı bukan tentang mengumpulkan, tetapi melepaskan bukan tentang memiliki, tetapi menemukan makna di balik segala kehilangan.

Mengingat Tuhan sebagaimana disebutkan dalam Alquran, mengingat Tuhan bukanlah sekadar ritual, melainkan sebuah kesadaran bahwa kita hanyalah musafir  (pejalan spiritual), yang berjalan di jalan panjang. Di mana setiap persinggahan mengajarkan kita lebih ringan, lebih lepas dan lebih dekat kepada esensi  sejati kita.

Maka, jalan transforması batın bukanlah soal berlari semakin kencang untuk meraih dunia, melainkan melangkah tenang, penuh kesadaran, hingga sampai pada titik di mana hati tak lagi terpaut pada yang semu (bayang-bayang)

Biasanya ketika sampai pada titik kekecewa an yang amat dalam terhadap dunia material ini kehidupan spiritual sejati akan dimulai.

Saat memiliki keberanian untuk menerima kenyataan pahit itu, kita mulai berdiri di ambang keabadian, lalu kita melangkah keluar untuk mencari sang Ilahi. Berharap perjalanan spiritual akan membenamkan diri kita dalam cahaya hangat sinar matahar surgawi yang dihiasi pelangi dan hamparan bunga warna-warni. Namun sebaliknya kita menghadapi kenyataan bahwa kita berdiri di medan perang dan kita terluka parah.

BACA JUGA :  Budaya Merotet di Tumpakan yang Kini Tak Mudah Didapati

Kesadaran diri adalah jalan menuju disiplin diri dan pelepasan diri terhadap penyakit kita (bisa dikatakan dosa). Semua itu adalah kotoran dan kerusakan yang telah kita biarkan membusuk di dalam jiwa, dan yang harus dicabut dan dibasmi demi mencapai kebersihan dan kesehatan spiritual yang sejati.

Demikian nukilan yang bisa SAYA sampai sampaikan, tak lupa di penghujung kajian DR Mada Teruna kembali mempersembahkan sebuah puisi yang indah.

“TERJEMAH HATI”
Realitas, hanya bayang-barang yang bergetar
Terjemah kasar dari bahasa sunyi di dalam dada
Apa yang tampak, adalah pantulan jiwa, bening atau keruh, cahaya atau kelam.

Ketika hati sebering embun.
la melahirkan fajar, hangat, lembut, namun tajam menyibak kabut kebimbangan
Kata-kata menjadi do’a, tatapan menjadi kedamaian
Dan langkah menjadi dzıkır Yang Bergema hingga langit tertinggi.

Namun bila hati tertutup gelap
Seperti sumur dalam yang merangkul bayangannya sendiri

Racun perlahan merembes keluar
Pada ucapan yang meluka!
Pada Prasangka yang membakar
Pada diam yang tak suci

Bukankah dunia hanya cermin bagi apa yang bergetar di dalam?
Seperti sungai Yang hanya memantulkan cahaya Jika airnya jernih.
Maka beningkanlah hati mu, agar realitas tak lagi menjadi terjemah kasar
Tapi nyanyian murni yang menyentuh langit dan bumi.

AFWAN
WASSALAM

BERITA TERKAIT
spot_img
- Advertisment -spot_img

BERITA POPULER