Keseharian Anindya (11) tak lepas dari minuman manis. Siswa kelas enam SD di Kabupaten Tangerang ini mengaku sering minum minuman manis yang dijajakan di sekitar sekolah. Minuman manis tersebut tak hanya mudah didapat, tapi juga dijual dengan harga murah. Dengan hanya Rp1.000 anak-anak sudah bisa menikmati minuman manis dengan warna-warni yang menggoda.
Hampir setiap hari Anindya meminum minuman manis tersebut. “Enggak dilarang kok (sama orang tua),” kata Anindya di Tangerang, beberapa waktu lalu.
Tak hanya Anindya, teman-temannya pun kerap mengonsumsi minuman jenis serupa. Minuman tersebut dengan mudah didapat di sekitar sekolah, ritel modern, atau di pinggir jalan.
Di toko-toko ritel modern, minuman manis berjejer dalam rak-rak pendingin. Di pinggir jalan minuman manis dijajakan dalam beragam penyajian. Ada yang dalam bentuk saset atau produk langsung jadi dengan dicampur boba.
Dalam bentuk saset, minuman itu biasanya harus diberi air dengan tambahan es batu sebelum dikonsumsi.
Minuman manis yang mudah diakses anak-anak jadi salah satu sorotan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) di tengah meningkatnya kasus diabetes pada anak usia 0 hingga 14 tahun. Pada 2023, kasus diabetes anak meningkat 70 kali lipat dibandingkan pada 2010.
Data diabetes anak yang tercatat ini berasal dari 15 kota di Indonesia. Mulai dari Jakarta, Surabaya, Palembang, hingga Medan. Dari jumlah tersebut, laporan paling banyak berasal dari Jakarta dan Surabaya.
Selain itu, diabetes juga ditemukan lebih banyak menyerang anak perempuan dibandingkan anak laki-laki.
“Anak perempuan itu ada 59 persen lebih yang tercatat mengalami diabetes,” kata Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi IDAI Muhammad Faizi
Sementara dari segi usia, Faizi mencatat pasien diabetes anak umumnya berusia 10-14 tahun. Jumlahnya, sekitar 46 persen dari total angka yang dilaporkan.
Sementara anak usia 5-9 persen ditemukan berkontribusi terhadap 31,5 persen dari keseluruhan kasus.
“Anak balita juga ada. Yang usianya 0-4 tahun yang terkena diabetes. Dari catatan kita itu ada sekitar 19 persen,” katanya.
Sejauh ini tak ada aturan terkait pembatasan gula pada jajanan yang dikonsumsi anak. Ketua Umum IDAI, Piprim Basarah Yanuarso mengatakan jajanan yang tidak bergizi, kaya akan gula serta karbohidrat memang dengan mudah ditemukan di sekitar anak. Dalam jangka panjang akan berdampak pada kesehatan anak.
“Makanan yang minim nutrisi tersebut dapat menimbulkan berbagai penyakit sindrom metabolik,” kata Piprim beberapa waktu lalu.
Sindrom metabolik merupakan gangguan kesehatan yang terjadi secara bersamaan yang berkaitan dengan berbagai peningkatan risiko penyakit diantaranya penyakit jantung, stroke dan diabetes.
Tak hanya minuman manis dengan harga murah, minuman manis boba dengan harga premium juga kaya akan kandungan gula.
Studi nutrisi yang diterbitkan National Center for Biotechnology Information (NCBI) menunjukkan satu gelas minuman kekinian dengan ukuran 16 ons melebihi batas atas asupan gula tambahan yang direkomendasikan oleh Komite Penasihat Pedoman Diet Amerika Serikat (AS) 2015. Satu gelas minuman boba tersebut dapat menghasilkan total kalori jauh di atas 16 persen dari total asupan energi.
Begitu juga dengan es krim kekinian yang saat ini menjamur dan mudah ditemukan di berbagai daerah.
Jenis makanan lain yang patut mendapat perhatian adalah makanan tinggi kadar lemak yang mudah ditemukan di sekitar anak. Para orang tua dengan mudah menyajikannya dengan alasan praktis.
Piprim menjelaskan, jika anak sedari awal terus menerus diberi makanan tinggi indeks glikemik, maka dapat secara cepat meningkatkan gula darah dan menurunkannya kembali secara drastis.
Dampaknya insulin akan diproduksi terus menerus dan tinggi kadarnya di dalam darah dan mengakibatkan pankreas bekerja ekstra dan menyebabkan diabetes.
Gaya hidup yang kurang bergerak seperti bermain gawai, turut mempengaruhi kesehatan anak serta mempercepat terjadinya penyakit generatif, penuaan dini karena terjadinya inflamasi kronik. Tak heran, diabetes tipe 2 yang biasanya dialami orang dewasa berusia 40 tahun ke atas, kini juga banyak menyerang remaja.
Bahaya Kental Manis
Dokter dan Ahli Gizi Masyarakat, Dr dr Tan Shot Yen M Hum, mengatakan kandungan gula yang tinggi pada susu kental manis juga dapat menyebabkan diabetes.
Tan mengatakan 45 gram susu kental manis yang diencerkan hingga 150 cc untuk satu kali minum bisa mengandung kurang lebih 20 gram gula. Padahal, World Health Organization (WHO) telah menekankan konsumsi gula pada orang dewasa sebaiknya tidak lebih dari 25 gram dalam sehari.
Lebih lanjut, Tan mengemukakan, mau dikonsumsi dalam bentuk apa pun, baik itu hanya dijadikan sebagai topping, pelengkap, atau campuran pada makanan maupun minuman, susu kental manis (SKM) tetap saja bisa membahayakan tubuh.
“Sejauh ini tidak tahu apa fungsi dari susu kental manis. Cuma buat ramai-ramai saja. Jadi ngeri apabila makanan ini dianggap lumrah walaupun tidak dipakai untuk diseduh dan dijadikan susu,” jelas Tan.
Tan menyampaikan konsumsi susu kental manis dalam jangka panjang dan rutin bisa menyebabkan anak-anak berisiko mengalami obesitas dan diabetes.
“Konsumsi gula secara berlebihan menyebabkan tubuh memerlukan lebih banyak insulin untuk menjaga kadar glukosa dalam darah tetap normal,” katanya.
Kondisi itu dapat menyebabkan mekanisme insulin menjadi terganggu dan sel akan menjadi resisten terhadap efek insulin.
Seseorang yang mengalami resistensi insulin memiliki kadar insulin dalam darah yang lebih banyak. Kadar insulin yang meningkat dapat menyebabkan banyak glukosa dalam aliran darah yang disimpan dalam sel lemak sehingga tubuh menjadi cepat gemuk dan bisa menyebabkan kadar gula darah lebih tinggi yang meningkatkan risiko diabetes, terutama diabetes tipe 2.
Bahaya diabetes ini telah mendorong sejumlah negara menyatakan “perang”. Singapura contohnya, sejak Oktober 2019 telah mengeluarkan larangan iklan minuman manis dalam kemasan dan mencantumkan label tidak sehat di kemasan. Begitu juga Spanyol yang melarang iklan minuman manis, es krim dan cokelat untuk memerangi obesitas dan diabetes pada anak sejak 2021.
Pemerintah Indonesia mungkin sudah saatnya bisa mengikuti jejak negara lain dalam memerangi diabetes pada anak. (net)
Sumber: Cnnindonesia.com