Rabu, November 12, 2025
Google search engine
BerandaHukum & PeristiwaLinkFlashKPK Periksa 350 Biro Travel Terkait Dugaan Korupsi Dana Haji

KPK Periksa 350 Biro Travel Terkait Dugaan Korupsi Dana Haji

Link, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami penyidikan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji. Pemeriksaan kini difokuskan pada keterangan biro travel haji atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) di berbagai daerah.

Dilansir dari rri.co.id, Penyidik KPK sendiri, pada pekan lalu memeriksa sejumlah biro perjalanan haji di wilayah Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur. Pemeriksaan dilakukan untuk mengumpulkan data pendukung terkait dugaan penyimpangan pengelolaan dana haji.

Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa lebih dari 350 biro travel haji di seluruh Indonesia. Proses ini juga dilakukan paralel untuk kebutuhan penghitungan kerugian keuangan negara.

“Sampai dengan saat ini sudah lebih dari 350 travel yang diperiksa. Paralel untuk kebutuhan penghitungan kerugian negaranya,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa (11/11/2025).

KPK menegaskan, keterangan setiap PIHK sangat penting dalam mengungkap konstruksi perkara secara menyeluruh. Oleh karena itu, biro travel yang belum memenuhi panggilan akan dijadwalkan ulang untuk diperiksa.

KPK memastikan seluruh proses pemeriksaan dilakukan secara profesional dan transparan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Lembaga antirasuah itu juga mengimbau agar para pihak yang dipanggil bersikap kooperatif demi kelancaran penyidikan.

Dalam penyidikan, KPK menemukan bukti adanya permintaan uang percepatan keberangkatan haji oleh oknum Kemenag kepada jemaah. Modusnya, jemaah yang seharusnya menunggu antrean 1–2 tahun dijanjikan bisa berangkat di tahun yang sama (T-0).

Dengan syarat membayar sejumlah uang percepatan mulai dari USD2.400 hingga USD7.000 per kuota. “Kalau tidak salah 2.400 US dolar sampai dengan 7.000 US dolar per kuota,” kata plt Deputi penindakan KPK Asep Guntur Rahayu yang dikutip, Jumat (19/9/2025).

Diketahui, KPK menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum, yang artinya belum ada tersangka meski sudah ada sprindik. Berdasarkan perhitungan awal KPK, ditemukan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp1 triliun lebih.

BERITA TERKAIT

BERITA TERBARU