Bismillahirrahmanirrahim
Membiarkan diri merasa puas dengan keberadaan sementara yang penuh penderitaan dan ketidakabadian ini, berarti kita sedang kehilangan kontak dengan jati diri kita yang sejati.
Safariyansyah, Budayawan Spiritualis
Mencari yang Hilang Memelihara yang Terlupakan
Kajian demi kajian terus mengalir nyaman di Beranda Lestari kediaman Sang Birokrat Spiritualis DR Mada Teruna. Sebagaimana tajuk Ngaji Dialog mengenali jati diri yang sejati begitu nyaman mengalir di bawah panduan Sang Birokrat Spiritualis, sebagaimana saya menukilnya dalam tulisan kali ini.
Spiritualitas dan agama mengajak kita menuju dunia yang lebih baik, menuju kehidupan yang tidak tunduk pada ego dan keserakahan. Dunia tanpa penyakit hati, dunia tempat kita tidak dipaksa untuk mengorbankan kehidupan orang lain demi mempertahankan dan membuat nyaman kita sendiri. Tempat kehidupan yang ditujukan untuk melayani bukan untuk mengeksplotasi
Kehidupan spiritual adalah panggilan untuk menemukan hakikat diri kita yang lebih tinggi, yakni jati diri kita yang sejati. Karena ini adalah tuntutan jati diri kita yang sejati (jati diri yang sebenarnya), maka hal itu tidak dapat disangkal. Hal itu hanya dapat diredam sementara dengan berbagai gangguan dan alasan. Tuntutan yang lebih tinggi adalah keabadian dan kebahagiaan bukan penderitaan dan ketidak-abadian.
Pencarian spiritual demi keabadian bukanlah harapan sia-sia untuk menenangkan kenyataan hidup yang keras, tetapi sebuah pengakuan akan hakikat sejati jati diri kata yang lebih tinggi.
Spiritualitas yang otentik adalah jalan transformasi diri, bukan transformasi dunia. Namun transformasi din itu tidaklah mudah. Karena kita harus menghadapi kekurangan kita sendiri, dan berusaha menyembuhkanrıya. Itu jauh lebih mudah dan sederhana untuk mencoba menyelamatkan dunia. Tidak perlu usaha untuk menunjukkan kekurangan orang lain dan menghindar konfrontasi dengan kekurangan kita sendiri.
Kita mencoba menata ulang perabotan dunia dalam upaya menciptakan dunia yang sempurna, namun kita lupa bahwa sebenarnya dunia yang sempurna itu sudah ada. Tugas kita adalah memperoleh visa masuk ke alam Ilahi yang kekal dan penuh kebahagiaan itu, (Tapi perlu diingat visa itu tidak dapat dibeli dengan kekayaan materi).
Mentalitas kapitalis membuat segalanya menjadi keuntungan, termasuk kehidupan spiritual. Agama dianggap sudah ketinggalan zaman, dan spiritualitas telah menjadi semacam bantuan diri yang dangkal yang dirancang untuk membuat kita merasa nyaman dalam hidup ini.
Agama kini menjual metode untuk memenangkan pikiran kita, sehingga kita dapat menikmati kehidupan duniawi yang fana ini dengan terang. Agama mula dijadikan alat untuk memijat ego kita, tetapi tidak dapat menyembuhkan jiwa kita.
Menyembuhkan penyakit itu tidak mengenakkan. kehidupan yang etis tidak ditujukan untuk kenyamanan kita, melainkan tentang melakukan apa yang benar, meskipun itu tidak mengenakkan. Hal yang sama berlaku untuk spiritualistas yang bertujuan pada kejujuran dan keaslian, bukan pada penipuan diri yang murahan.
Tidak seorang pun dapat menyangkal bahwa suatu hari nanti mereka akan dipaksa untuk menyerahkan semua hal yang bersifat material, bahkan tubuh mereka.
Apa pun yang kau cinta di dunia ini, kau tak dapat mempertahankannya. Sekuat apa pun kau berusaha jika tiba pada saatnya kau akan dipaksa menyerah dan tunduk oleh kekuatan tertinggi yang mengatur segala sesuatu. Yakni Sang Penguasa Segala Alam dan setelah itu kau akan diminta untuk mempertanggungjawabkan semuanya.
AFWAN
WASSALAM