spot_img

Mengubah Dunia atau Mengubah Diri Sendiri?

Bismillahirrahmanirrahim
“Kemarin saya pintar, jadi saya ingin mengubah dunia. Hari ini saya bijaksana, jadi saya mengubah diri saya sendiri”-Jalaluddin Rumi

Safariyansyah, Budayawan Spiritual
Mencari yang Hilang Memelihara yang Terlupakan

Kalimat luar biasa Jalaluddin Rumi diatas sepintas teerkesan sederhana, namun ketika hal itu menjadi materi utama dalam kajian Ngaji Dialog di Beranda Rumah DR Mada Teruna—Birokrat Spiritualis—dua kalimat tersebut jauh dari sederhana. Magnanya begitu luas dan dalam.

Dalam kesempatan ini saya ingin membagikan sebagian bahasan di Beranda Lestari terkait kalimat “Kemarin saya pintar, jadi saya ingin mengubah dunia. Hari ini saya bijaksana, jadi saya mengubah diri saya sendiri”-Jalaluddin Rumi

Beberapa waktu lalu kami memiliki cita-cita untuk membangun negeri. Jelas hal itu tidaklah semudah ketika mengingkrarkannya. Semua berproses dan hingga saat ini masih terus berproses. Namun alangkah terkesimanya ketika dalam kajian di Beranda Lestari muncul ungkapan, “Bagaimana mungkin bisa membangun negeri, sementara untuk membangun diri sendiri sebagaimana yang dihendaki Sang Pencipta saja tidak mengerti?

Ya! Begitulah Ngaji Dialog membutirinya. Karena membangun diri sebagaimana yang dikendaki Allah SWT—sebagai pemilik tunggal seluruh jagat raya dan seisinya ini—tidak sesederhana teori-teori yang banyak tersampaikan. Baik melalui majelis-majelis ilmu maupun melalui berbagai media informasi berteknologi canggih. Semua itu sungguh terasa sangat melelahkan.

Berhenti! Jelas itu sama sekali bukan pilihan bagi kita yang diciptakan sebagai mahluk paling sempurna. Bergerak dan terus bergerak menjadi satu-satunya jalan untuk bisa mengubah diri menjadi manusia yang berkarakter. Tentu saja manusia yang berkarakter di sini adalah manusia yang sadar tahu tujuan kenapa dilahirkan untuk mengarungi dunia dengan segala carut marutnya.

Baca juga  Dunia Tidak Memberikan Semua Keinginan

Bagi yang mendapatkan anugerah “SADAR” pasti sangat paham jika sesungguhnya langkah lelah dalam menapaki kehidupan ini semata mencari keridhaan Allah SWT. Karena sesungguhnya seberat apa pun rintangan tidak bisa dijadikan alasan untuk menghentikan langkah menapaki kehidupan. Karena menghentikan langkah berarti berhenti dalam penghambaan diri kepada ALLAH SWT.

Kita semua berkeyakinan semua jagat raya dan seisinya ciptaan ALLAH SWT, tentu saja manusia sebagai mahluk ciptaan yang paling sempurna juga bagian dari jagat raya. Sama sekali tidak ada kontribusi dalam kontek ini. Karena itu sejatinya kita ini hanya hamba dari Pemiliknya (Allah SWT) yang telah diberikan semua fasilitas yang dibutuhkan untuk mengarungi kehiduan di dunia fana ini. Begitulah kebenarannya.

Namun anehnya tidak sedikit manusia yang tingkah polahnya menggambarkan penolakan terhadap kebenaran itu sebagaimana kisah Firaun dan Korun yang terekam jelas dalam Al Quran. Disebutkan itu semua karena hati mereka gelap dan keras. Sehingga tidak melihat kebenaran setai. Mereka berasa paling wah, namun kenyataan mereka itu DUNGU.

Menapaki kehidupan ini semata mencari hanya keridhaan Allah SWT sungguh sangat melelahkan. Namun apa jadinya kalau keridhaan ALLAH SWT didapat? Jangankan hanya merubah dirinya dari ketidaktahuan menjadi sadar akan tujuan akhir, atas keridhaanNYA dan apa pun bisa dirubah.

Bukankah Allah dalam Al Quran sudah memberikan petunjuk kepada kita? Allah tidak akan merubah suatu kaum, jika kaum itu tidak berupaya mengubah dirinya sendiri?

AFWAN
WASALAM

BERITA LAINNYA

spot_img
spot_img

BERITA TERBARU