Link, Martapura – Tatanan kultur budaya dari tahun ke tahun seakan kian ditinggalkan dalam meraih simpati rakyat. Sebaliknya politik uang seakan dijadikan ukuran untuk meraih tujuan.
Pesta demokrasi rakyat Indonesia lima tahunan sebentar lagi digelar. Trik dan intrik yang dijalankan para politikus menjadi bagian dari strategi untuk mendapatkan simpati rakyat. Sayang tidak sedikit yang tidak mendasari strategi politiknya pada kultur budaya masyarakat.
“Politik uang dimasa sekarang seakan dijadikan ukuran untuk meraih tujuan. Padahal dalam kultur budaya nusantara, utamanya budaya masyarakat Banjar strategi politik uang jelas tidak dikenal sebelumnya,’ papar Ali Fahmi, mantan birokrat yang kini disibukkan dengan kajian-kajian kultur budaya masyarakat Banjar kepada Linkalimantan.com, disela-sela kesibukannya, Senin 26 September 2022.
Dari apa yang saya kaji sebut Ali yang belakangan juga aktif dalam kampanye energy terbarukan ini, politik uang dan sejenisnya itu merupakan gerakan sekuler yang berpotensi besar merusak tatanan kultur budaya.
“Gerakan sekuler yang berpotensi merusak tatanan budaya bagi sebagian besar pelaku politik sudah mulai mengancam tatatan dalam sitem kultur masyarakat. Ini berbahaya dan harus dihentikan atau minimal diimbangi dengan penyadaran pengembalian atau pemulihan sesuatu kepada bentuk dan kondisi semula. Katakanlah gerakan restorasi,” ujarnya.
Mengapa restorasi penting dilakukan? Ali dengan tegas menyebutkan untuk membangun masyarakat madani tidak ada pilihan lain selain kembali ke ajaran-ajaran budaya yang sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu.
“Tidak bisa dipungkiri, kultur budaya kita ini didasari dengan ajaran-ajaran agama yang pondasinya dibangun sejak ratusan tahun lalu. Ajaran agama Islam yang menjadi dasarnya. Kini semua itu terganggu dengan gerakan sekuler yang tergambar jelas dalam strategi politik,” katanya. (spy)