Link, Banjarbaru – Alhamdulillah, hari ini pada kalender hijriyah merupakaan saatnya pergantian tahun, dari tahun 1444 menuju 1445. Sudah menjadi budaya masyarakat Banjar yang mayoritas muslim merayakannya, sebagaimana yang dilakukan masyarakat di Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
Ratusan anak-anak didampingi puluhan orang dewasa tampak menggunakan askesoris pakaian muslim. Mereka melakukan karnaval berkeliling di jalan-jalan Kecamatan Cempaka. Begitulah salah satu cara mereka merayakan tahun baru Islam setiap 1 Muharram.
“Hari ini kan 1 Muharram yang berarti Tahun Baru Islam 1445 Hijriah. Sudah menjadi budaya kami menggelar karbaval budaya berdasarkan ajaran Islam,” ujar Supian, salah seorang tokoh masyarakat Cempaka, Rabu 18 Juli 2023.
Menurutnya, Tahun Baru 1445 ini karbaval diikuti seluruh madrasah yang ada di Kecamatan Cempaka.
“Diantaranya ada Madrasah Miftahul Khairiyah dan Madrasah Sulamul Khairiah. Pendeknya haru ini kami semua bergembira merayakan sekaligus memeriahkan 1 Muharram 1445 H,” katanya di sela-sela karnaval.
Begitulah masyarakat menyambut salah satu hari mulia ini. Namun bagaimana sejarahnya 1 Muharram ditetapkan sebagai tahun baru Islam, ayo simak penjelasannya.
Sejarah Penetapan Tahun Baru Hijriah
Dalam sejarahnya, Umar bin Khattab (586-644 M) merupakan sosok yang menginisiasi penanggalan awal tahun baru Islam atau kalender hijriah. Sejarah juga mengaitkan peran besar Umar bin Khattab ra sebagai khalifah dalam penetuan awal mula tahun baru Islam.
Al-Askari mengatakan, “Umar bin Khattab adalah khalifah pertama yang diberi gelar ‘Amirul Mukminin.’ Ia juga khalifah pertama yang menentukan peristiwa hijrah sebagai awal tahun penanggalan Islam.” (Jalaluddin As-Suyuthi, Tarikhul Khulafa, [Kairo, Darul Ghaddil Jadid: 2007 M/1428 H], hal. 143).
Melansir laman NU Online, Umar bin Khattab ra yang berkuasa pada 634-644 M/13-23 H juga kepala negara pertama dalam Islam yang membuat Baitul Mal atau sejenis kas negara. Ia pula imam yang menghidupkan kembali tradisi salat tarawih berjamaah.
Ia juga pejabat publik yang mula-mula blusukan malam-malam untuk menjamin keamanan warganya dari kejahatan dan kelaparan. (As-Suyuthi, 2007 M/1428 H: 144).
Abu Nuaim dan Al-Hakim menceritakan bahwa suatu hari Abu Musa Al-Asy’ari menulis sepucuk surat kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra. “Sungguh, surat-surat darimu telah kami terima tanpa catatan tanggal, bulan, dan tahun.”
Umar bin Khattab ra lalu mengundang para sahabat terkemuka untuk memusyawarahkan masalah ini. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari, [Kairo, Darul Hadits: 2004 M/1424 H], juz VII, hal. 307).
“Hari apa yang kita dapat jadikan patokan dalam menulis penanggalan?” kata Sayyidina Umar membuka musyawarah.
“Tulislah penanggalan berdasarkan pengangkatan kenabian-kerasulan Nabi Muhammad SAW,” usul sebagian sahabat. “Berdasarkan hijrah saja,” kata sahabat lain yang hadir.
“Hijrah memisahkan yang hak dan batil. Jadikan ia sebagai pedoman tahun penanggalan,” kata Umar bin Khattab ra. “Mulai dari bulan Ramadhan,” usul salah seorang sahabat ketika pembahasan beralih ke penetuan bulan pertama.
“Tidak, mulailah dari bulan Muharram karena ia waktu orang bergegas meninggalkan rangkaian haji,” kata Umar bin Khattab ra.
Putusan Muharram sebagai bulan pertama dan peristiwa hijrah sebagai tahun pertama dalam penulisan kalender hijriah disepakati oleh anggota musyawarah.
Musyawarah Penetapan Tahun Baru Islam
Musyawarah penentuan tahun baru Islam (kalender hijriah) ini terjadi tahun 17 H, yaitu tahun keempat kepemimpinan Amirul Mukminin Umar bin Khattab. (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: VII/308).
Menurut riwayat Al-Hakim, Sayyidina Umar mengumpulkan para sahabat untuk mendiskusikan penanggalan surat. “Hari apa yang kita dapat jadikan patokan kita dalam menulis penanggalan?” kata Sayyidina Umar ra membuka musyawarah.
“Sejak hari pertama Rasulullah berhijrah, meninggalkan tanah kemusyrikan (Kota Makkah),” usul Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. Pendapat ini diterima dan dijalankan oleh Umar bin Khattab ra.
Ibnu Abi Khaitsamah meriwayatkan melalui Ibnu Sirin. Suatu hari seorang dari Yaman datang. “Aku menemukan di Yaman sesuatu yang mereka sebut sebagai sejarah (penanggalan/kalender) di mana mereka mencatat bulan sekian dan tahun sekian,” kata orang tersebut.
“Bagus itu. Mari kita tentukan penanggalan,” sambut Umar bin Khattab ra. Ia kemudian mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah perihal penanggalan.
Sekelompok sahabat mengusulkan penanggalan dimulai dari waktu kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sekelompok lainnya mengusulkan hari pengutusan kenabian-kerasulan Nabi Muhammad SAW.
Sekelompok sahabat yang hadir mengusulkan waktu Nabi Muhammad SAW keluar Makkah untuk berhijrah. Sedangkan sekelompok sahabat yang lain mengitungnya dari waktu wafat Nabi Muhammad SAW.
“Tulislah tanggal sejak Rasulullah SAW keluar dari Makkah menuju Madinah. Tetapi kita mulai dari bulan apa?” kata Umar ra. Sejumlah sahabat menyebut bulan Rajab. Sekelompok sahabat lainnya mengusulkan Ramadhan. Sahabat Utsman mengusulkan berbeda.
Sahabat Utsman bin Affan ra mengatakan, “Tulislah sejak Muharram karena ia bulan haram. Ia menjadi bulan awal tahun dan waktu jamaah haji bergegas meninggalkan Kota Makkah.”
Musyawarah penanggalan tahun baru Islam atau kalender hijriah terjadi pada bulan Rabiul Awwal 17 H (sebagian orang menyebut 16 H).
Kita, kata Al-Asqalani, dapat menyimpulkan dari berbagai riwayat bahwa penunjukkan Muharram merupakan peran penting sahabat Umar ra, Utsman ra, dan Ali bin Abu Thalib ra. (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: VII/308).
Ahmad, Abu Urubah, Al-Bukhari, dan Al-Hakim dari Maimun bin Mahran meriwayatkan awal mula ide penetapan tahun baru Islam atau kalender hijriah. Semua bermula dari sebuah dokumen tertanggal bulan Sya’ban sebagai awal tahun yang diserahkan kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra.
“Apa ini Sya’ban? Itu bulan sudah berlalu, bulan kita sekarang, atau bulan yang akan datang?” kata Umar protes terkait penanggalan pada dokumen yang sedang dihadapinya.
“Tetapkanlah penanggalan dengan sesuatu yang sudah dikenal masyarakat,” kata Umar. Riwayat hadits ini kemudian berlanjut sebagaimana riwayat di atas.
Sebagian riwayat menyebut Ya’la bin Umayyah sebagai orang pertama yang menetapkan penanggalan tahun baru Islam (kalender hijriah) ketika berada di Yaman sebagaimana riwayat Ahmad. Sanad riwayat ini shahih. Tetapi ada sanad terputus antara Amr bin Dinar dan Ya’la. (spy/net)