Link, Martapura – Suni seorang Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) memperoleh keahlian yang membuat dirinya sangat bersemangat.
Berada di balik tembok lapas berjeruji besi akibat tersandung masalah hukum, tak membuat Suni Agus bersama kawan-kawan senasibnya patah semangat, dan mematikan kreativitas tanpa batasnya. Di sinilah Suni dan kawan-kawan memperoleh keahlian dalam menghasilkan sebuah karya bernilai ekonomis.
Terbukti, selama beberapa tahun menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lapas Narkotika Kelas IIA Karang Intan, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar. Suni Agus bersama kawan-kawan senasibnya mampu menciptakan beraneka ragam hasil kerajinan tangan yang dibuat menggunakan bahan limbah kayu, hingga limbah kayu stik es krim untuk menciptakan berbagai miniatur bangunan, seperti Rumah Adat Banjar, Masjid, hingga Kapal Layar dan lain sebagainya.
Tentunya, dengan keahlian tersebut, Suni Agus tidak lagi terlalu khawatir, jika tiba waktunya kembali ke lingkungan masyarakat usai menjalani masa tahanan. Sebab, sudah memiliki keahlian untuk menciptakan lapangan kerja sendiri.
Ditanya darimana kepiawaian dan keahliannya tersebut diperoleh?
Suni Agus pun mengaku keahlian tersebut ia peroleh selama menjadi WBP di Lapas Narkotika Kelas IIA Karang Intan, yang memang telah memprogramkan berbagai macam kegiatan pelatihan dengan menggandeng beberapa stakeholder terkait untuk warga binaan.
“Saya belajarnya saat berada di sini. Mungkin sekitar dua bulan lamanya saya mengikuti pelatihan. Biasanya, untuk menyelesaikan satu miniatur, seperti Rumah Adat Banjar membutuhkan waktu sekitar dua hari kalau dikebut, tergantung ukurannya,” ucapnya.
Sembari menyusun satu persatu potongan kayu untuk membuat miniatur Kepala Layar, Suni Agus pun menceritakan bahwa karya seninya tersebut setelah selesai akan dipajang di galeri Lapas Narkotika Kelas IIA Karang Intan, hingga dipasarkan.
“Biasanya, pengunjung Lapas juga ada yang membeli. Tapi, soal pemasaran teman saya Denny yang lebih mengetahui. Kalau saya lebih fokus untuk pembuatannya saja,” ujar Suni yang nampak tersenyum.
Tak kalah sibuk dengan Suni, karena tengah merangkai miniatur Rumah Adat Banjar. Denny pun menjelaskan dimana saja dan berapa hasil keuntungan yang mereka dapatkan dari hasil penjualan dari kerajinan tangan miniatur yang mereka buat tersebut.
“Biasanya, kalau ada kegiatan pameran, hasil kerajinan kita juga akan dipamerkan. Bahkan, kami juga ada menerima pesanan dari instansi-instansi tertentu yang ingin dibuatkan berbagai miniatur ini, seperti miniatur Rumah Adat Banjar,” bebernya.
Dari hasil penjualan berbagai karya miniatur tersebut, papar Denny, sebagian hasilnya akan digunakan untuk modal membeli bahan dan alat-alat yang dibutuhkan untuk merakit berbagai miniatur.
“Untuk bagian kami sekitar 10 persen, dan ditabungkan. Sedangkan untuk harga penjualan berbagai miniatur ini bervariasi dan tergantung ukurannya. Seperti Rumah Adat Banjar dijual seharga Rp250.000, dan Kapal Layar seharga Rp350.000,” tuturnya.(zainudin/BBAM)