Link, Bogor – Presiden Joko Widodo mendorong segenap pimpinan daerah untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem hingga mencapai target 0 persen pada tahun 2024 mendatang. Pada tahun 2022, menurut Presiden, kemiskinan ekstrem masih berada pada angka 2 persen dan 14 provinsi berada di atas angka nasional.
Demikian disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam arahannya pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Se-Indonesia Tahun 2023 yang digelar di Sentul International Convention Centre, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Selasa, 17 Januari 2023.
“Target kita di 2024 kemiskinan ekstrim ini harus berada pada 0 persen. Ini target yang tidak mudah. Di 2022, masih 2 persen dan 14 provinsi di atas nasional. Semuanya sudah ada datanya, artinya targetnya siapa, sasarannya siapa sudah ada semuanya. Penanganannya seperti apa juga saya kira saya sudah tidak usah menyampaikan lagi. Intervensi apa yang harus dilakukan, semua pemda sudah tahu apa yang harus dilakukan,” ungkapnya.
Selain itu, Presiden juga meminta agar para kepala daerah bisa menekan angka gagal tumbuh pada anak atau _stunting_ di daerahnya masing-masing. Hal tersebut penting mengingat Indonesia akan memiliki bonus demografi yang puncaknya pada tahun 2030-2035 sehingga pengembangan sumber daya manusia (SDM) harus terus dioptimalkan.
“Kalau SDM-SDM kita tidak berada pada posisi yang ininya (otaknya) baik, sehingga memiliki produktivitas baik, hati-hati bukan keuntungan yang akan kita dapat, tetapi akan memberikan beban yang besar kepada negara sehingga _stunting_ harus menjadi target penyelesaian bagi pengembangan sumber daya manusia Indonesia,” jelasnya.
Menurut Presiden, angka stunting secara nasional terus mengalami penurunan dari angka 37 persen pada tahun 2014 menjadi 24 persen pada tahun 2021 dan diperkirakan pada angka 21 persen pada tahun 2022. Meskipun telah turun drastis, namun Presiden terus mendorong agar target di bawah 14 persen pada 2024 bisa tercapai.
“Target kita di tahun 2024 harus berada di bawah 14 persen. Bukan hal yang mudah, tetapi sekali lagi kalau kerja keras kita seperti saat kita bekerja mengatasi pandemi, saya yakin ini bukan persoalan yang susah diselesaikan. Datanya ada,” ucapnya.
Untuk itu, Kepala Negara mendorong para kepala daerah untuk memanfaatkan teknologi dan platform aplikasi dalam memantau _stunting_ di daerahnya seperti yang telah sukses dilakukan oleh Kabupaten Sumedang. Berkat pemanfaatan teknologi tersebut, angka _stunting_ di Kabupaten Sumedang turun drastis dari 32 persen pada tiga tahun yang lalu menjadi 7 persen.
Selain itu, Presiden juga mencontohkan Kabupaten Kampar yang sukses menurunkan angka stunting dengan cara lain, yakni menitipkan anak-anaknya ke perusahaan besar yang ada di daerahnya. Dengan metode tersebut, Kabupaten Kampar berhasil menurunkan angka _stunting_ dari 27 persen ke 8 persen.
“Di Kampar juga sama, tapi tidak menggunakan platform aplikasi, tapi menitipkan anak-anak asuhnya kepada perusahan-perusahaan besar yang ada di Kabupaten Kampar. Ini 100 anak titipkan, 200 anak titipkan, 50 anak titipkan. Itu juga berhasil menurunkan dari 27 (persen) ke angka kurang lebih 8 persen. Ini juga penurunan yang sangat drastis,” tandasnya.
Menanggapi arahan langsung Presiden Jokowi itu, Gubernur Paman Birin mengaku siap melaksanakan upaya pencegahan dan penurunan stunting di Banua.
“Kita terus dorong semua pihak bersama-sama Pemprov Kalsel untuk upaya pencegahan stunting di Banua,” kata Paman Birin.
Pemprov Kalsel pun, terang Paman Birin terus melakukan upaya menekan dan mencegah stunting. Diantaranya memberikan makanan tambahan bagi ibu hamil dan balita. Termasuk juga meningkatkan pelayanan kesehatan hingga ke pelosok.
Selain itu juga, meminta kabupaten/kota untuk terus melakukan monitoring dan meningkatkan komitmen kerjasama dalam upaya pencegahan stunting.
Paman Birin pun juga berharap semua pihak terkait untuk berupaya keras agar sistem pencegahan dan penanganan stunting ini dapat bekerja dengan baik dan anak-anak nantinya tidak lagi stunting.
“Investasi sumber daya manusia (SDM) memang tidak bisa secara langsung dirasakan. Namun, ini adalah komitmen bersama agar anak cucu di masa depan memiliki kualitas dan daya saing yang tinggi,” terangnya. (why)