Bismillahirrahmanirrahim
Allah menganugerahkan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugerahı hikmah (kebijaksanaan), sungguh la telah dianugerah, kebaikan yang banyak dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.
Safariyansyah, Budayawan Spiritualis
Mencari yang Hilang Memelihara yang Terlupakan
Membongkar jati diri menjadi topik Ngaji Dialog di Beranda Lestari kediaman DR Mada Teruna yang juga seorang Birokrat Spiritualis. Kajian panjang yang tak lepas dari Kitab Suci Alqur’an begitu jelas dibawah panduan Dr Mada Teruna. Berikut nukilan kajian yang menjelaskan kebijaksanaan sejati.
Sebagaimana mengawali nukilan ini dalam QS. AL Baqarah 269 dijelaskan hikmah (kebijaksanaan sejati) adalah anugerah yang diberikan kepada mereka yang dikehendaki-Nya. la bukan sekadar kecerdasan intelektual, tetapi pemahaman mendalam yang membawa seseorang pada kebaikan besar. Hikmah membimbing manusia dalam memilih jalan yang benar, memahami hakikat kehidupan, serta mendekatkan diri kepada sang llahi.
Orang yang memiliki hikmah tidak hanya mengetahui, tetapi juga memahami dan mengamalkan ilmunya dengan penuh kesadaran spiritual. Seseorang yang ingin mendapatkan kebaikan sejati haruslah senantiasa memohon i Imu yang bermanfaat serta hikmah yang menuntunnya kepada kebenaran sejati.
Dunia ini bergerak dalam irama yang tak bisa kita percepat atau perlambat, mau sekuat apapun kita meninju dinding takdir, waktu tetap berjalan dengan caranya sendir. Dingin, angkuh, dan tak peduli Seberapa keras jeritan hati kita.
Kita bisa menginginkan sesuatu sepenuh hati, mengharap kannya siang dan malam, tapi jika belum waktunya Itu akan menjadi, fatamorgana, (terlihat dekat namun tak pernah bisa digenggam), dan di situlah siksaan terbesar; menunggu tanpa kepastian.
Hati yang bergejolak, pikiran yang menari-nari di antara harapan dan keraguan, tapi “Apa yang memang ditakdirkan untuk kita tidak akan pernah meleset, bahkan jika seluruh dunia bersekongkol untuk merampasnya, ia akan tetap menemukan jalannya sendiri”.
Begitu pula apa yang bukan milik kita, sekuat apapun menggenggam-nya ia akan meluncur pergi seperti pasir yang menolak untuk tetap berada digenggaman. Jadı, apakah kamu cukup kuat untuk menunggu? Karena kebenarannya menyakitkan, bahwa tidak ada yang benar-benar milik kita sampai waktu memutuskan menyampaikan pesan, bukan untuk pamer atau mencari perhatian.
Di sisi lain orang bodoh adalah suka bicara, tapi hampir tidak ada yang berguna dari apa yang mereka katakan, Mereka merasa harus berbicara dalam setiap kesempatan seolah dunia ini tidak akan berputar tanpa pendapat mereka. Mereka berteriak, menyela dan bahkan mem bual tentang hal-hal yang tak mereka pahami. Mereka lebih sibuk ingin didengar daripada berusaha mendengar. Suara Mereka kosong tanpa makna hanya kebisingan yang mengganggu, bahkan semakin banyak mereka bicara, semakin jelas kebodohan mereka terlihat.
Orang bodoh suka sekali memotong pembicaraan, merasa harus selalu didengar, meski sebenarnya tidak ada yang peduli dengan apa yang mereka katakan. Mereka lebih sibuk mengumpulkan perhatian daripada mengumpulkan pemahaman.
Sementara itu orang bijak memilih untuk diam jika tidak punya sesuatu yang berarti untuk disampaikan. Diam mereka lebih berbobot daripada teriakan orang bodoh.
Orang bijak tahu bahwa bicara itu ada waktunya, dan waktu itu harus digunakan dengan bijak. Sementara orang badah, mereka bicara seperti keran bocor yang tidak bisa ditutup. (mengganggu dan tidak ada manfaatnya).
AFWAN
WASSALAM