Link, Banjarbaru – Sempat diperbaiki, hingga kini kondisi Jembatan Batu Ampar bukan membaik tetapi malah semakin memprihatinkan. Tiang ulin berjajar di dua posisi jembatan terlihat miring. Sementara oprit jembatan terlihat retak-retak.
Menurut warga setempat Hamdi dan Kai Anang, jembatan yang berada di perbatasan Kota Banjarbaru- Kabupaten Tanah Laut ini dikerjakan pada tahun 2021.
“Saya lupa kapan tepatnya, tetapi kami bekerja sekitar 3 bulan lamanya membangun jembatan itu,” ujar Hamdi kepada Linkalimantan.com, Selasa 14 Juni 2022.
Dijelaskannya, satu orang pekerja mendapatkan upah harian Rp130 ribu per hari. Bahan yang digunakan terutama untuk lantai jembatan memanfaatkan papan-papan ulin yang sudah ada.
“Kalau tidak salah, yang baru itu hanya bagian yang disemen saja. Sedangkan ulinnya menggunakan ulin yang sudah ada,” ungkapnya.
Sedangkan kondisi tiang jembatan berupa balok ulin yang sekarang ini terlihat miring, mantan pekerja tersebut mengatakan tidak heran.
“Tidak ada cakar ayam dibangunan pondasi jembatan. Yang ada hanya dipasang cerucuk kayu galam saja. Jadi kalau sekarang miring, ya tidak mengherankan,” tambah Kai Anang.
Jauh sebelum ini, Adi Maulana, Kepala Bidang Bina Marga, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), kepada Linkalimantan.com menjelaskan sebagian sisi jalan yang berada di wilayah Kota Banjarbaru sudah pernah diaspal. Namun rusak pada awal tahun 2021 akibat bencana banjir. Sedangkan sisi jalan di wilayah Kabupaten Tanah Laut hanya berupa jalan tanah perkebunan milik PT.Bridgestone.
“Sudah kami konfirmasi dengan Dinas PUPR Kabupaten Tanah Laut, jalan perkebunan tersebut bukan merupakan aset pemda dan belum menjadi akses jalan umum,” ungkapannya Senin (03/01/2022) lalu.
Ia menjelaskan, bahwa di tahun 2021 kemaren pihaknya hanya menggunakan dana rutin untuk, penanganan salah satu sisi/oprit jembatan yang rusak, serta merapikan pagar jembatannya agar warga bisa melintas di jembatan tersebut. Sedangkan untuk lantai jembatan memang belum diganti.
“Sedangkan untuk lantai jembatan, masih menggunakan lantai jembatan yang ada saja, lantai sebagian dari kayu ulin dan sebagian dari kayu hutan. Hanya kami rapikan saja dan mengganti sebagian lantai kayu yang lapuk,” jelasnya.
Ia mengatakan, masyarakat juga tidak menginginkan jembatan tersebut dipermanenkan, karena dikhawatirkan kalau aktivitas truk pengangkutan karet melewati atau melalui areal perkampungan masyarakat.
Semestara itu, Ujang Ketua RT setempat berkata bahwa masyarakat meinginkan lantai papan jembatan itu diganti, dengan semen agar tidak membahayakan warga setempat.
“Tidak perlu sampai truk bisa lewat, hanya mungkin diganti oleh semen saja. Setidak mobil kecil bisa lewat itu saja,” ungkapnya.(spy)