Link, Banjarbaru – Pokok pikiran (Pokir) DPRD Kota Banjarbaru tidak transparan, dimana sejauh ini berapa anggarannya hingga bagaimana proses pelaksanaannya hanya ada dibisik-bisik saja.
Pokir DPRD Kota Banjarbaru tidak transparan. Jadilah muncullah rumor jika dana pokir itu lumayan wah. Dimana pada TA 2021 setiap anggota DPRD Banjarbaru mendapatkan jatah anggaran Rp700 juta ditambah Rp400 Juta saat perubahan.
Namun belakangan pekerjaan-pekerjaan pembangunan yang dilatarbelakangi Pokir DPRD Kota Banjarbaru banyak dikeluhkan. Teranyar Proyek Drainase di Komplek Pondok Sejahtera, Blok N dan M, Kelurahan Guntung Manggis yang mendapat kritik tajam, lantaran dikerjakan sebelum dokumennya dilengkapi.
Saat masalah pokir dikonfirmasi ke Sekwan DPRD Kota Banjarbaru Arna Wati menegaskan anggaran Pokir Dewan, bukan ada pada mereka.
“Anggaran itu ada pada masing-masing SKPD terkait, karena pada saat reses mereka menerima aspirasi dari masyarakat, misalnya minta perbaikan jalan rusak dan lainnya. Nah nanti beberapa kali reses mereka rangkum hasilnya, nah itulah yang diusulkan, melalui Musrenbang,” jelasnya kepada Linkalimantan.com, Senin 15 Agustus 2022.
Dalam pelaksanaanya usulan-usulan pokir pikiran anggota dewan saat Musrenbang di kecamatan dipastikan mendapatkan pengawalan para konstituen mereka.
“Itu dilakukannya untuk mengetahui apakah yang diusulkan oleh masyarakatnya masuk dalam Musrenbang itu hingga Musrenbang Kota. Setalah itu baru jika usulan tersebut masuk dalam musrenbang, misalkan jalan, berarti di PUPR. Soal besaran dana itu ditentukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah,” Tandasnya.
Sementara itu, kritik tajam kembali dilontarkan kalangan LSM terhadap pelaksanaan pokok pikiran DPRD Kota Banjarbaru.
“Pokir itu menyesatkan dan akal-akalan. Tetapi kalau anggota DPRD cuman mengusulkan saja dan memperjuangkan untuk masuk dalam penganggaran secara transparan tidak masalah. Karena memeng begitu idealnya,” kritik Aliansyah, Ketua LSM KPK-APP Kalsel.
Yang jadi persoalan tudingnya, anggota DPRD mulai perencanaan sampai pelaksanaan ikut campur. Jadilah Pokir tersebut seolah-olah milik dan jatah masing-masing anggota dewan.
“Ingat ya, tugas anggota dewan itu adalah, pertama membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah. Kemudian yang kedua membahas dan memberikan persetuan rangcangan APBD yang diajukan kepala daerah. Terakhir adalah Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD,” papar Ali.
Pekerjaan pembangunan itu kewajibannya eksekutif dan sifatnya sangat teknis. Tidak boleh anggota DPRD ikut campur urusan kerja-kerja eksekutif.
Jika hal itu terus berlanjut ungkap Ali, pihaknya akan menggelar aksi unjukrasa untuk mengungkap masalah tersebut.
“Kami minta supaya Pokir DPRD Banjarbaru yang melibatkan anggota DPRD, mulai perencanaan sampai pelaksanaan itu tolong diproses. Kalau perlu anggota DPRD-nya ditangkapi,” ujarnya. (oetaya/spy/BBAM)