Link, Jakarta – APBN 2022 bekerja sangat keras dalam melindungi rakyat dan menjaga momentum pemulihan ekonomi. Namun disisi lain, kinerja APBN 2022 justru makin sehat dan sustainable atau berkelanjutan.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyebutkan, Hasil Rapat Berkala KSSK I Tahun 2023 di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Jakarta, Selasa (31/01) seperti dilansir dari https://www.kemenkeu.go.id/.
“Kinerja positif APBN 2022 tersebut tercermin dari realisasi belanja yang mencapai Rp3.090,75 triliun. Ini artinya tumbuh 10,92% dibandingkan tingkat belanja tahun 2021,” ungkap Menkeu.
APBN telah bekerja untuk melindungi daya beli masyarakat dan menopang pemulihan ekonomi melalui dukungan subsidi dan kompensasi, penebalan bantuan sosial, dukungan proyek strategis nasional, penurunan stunting dan pengentasan kemiskinan ekstrem, dukungan program Jaminan Kesehatan Nasional, serta perbaikan layanan publik.
“APBN bekerja untuk melindungi daya beli rakyat dengan menaikkan subsidi terutama untuk Bahan Bakar Minyak dan energi yang sangat besar. Lebih dari tiga kali lipat dari Rp152 triliun ke Rp555 triliun,” jelas Menkeu.
Dengan kinerja belanja yang tumbuh 10,92% tersebut, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan yang cepat dan dunia usaha pun mulai bangkit lebih kuat sehingga memberikan dampak positif terhadap pendapatan negara di APBN. Realisasi pendapatan negara mencapai Rp2.626,42 triliun atau 115,90% dari target APBN yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022.
“Kenaikan pendapatan ini tumbuh 30,58% year on year dibandingkan pendapatan tahun 2021. Jadi ini kenaikan yang sangat tinggi,” tandas Menkeu.
Menkeu menjelaskan, kinerja pendapatan negara yang kuat dan sangat tinggi ini dipengaruhi oleh pemulihan ekonomi, aktivitas ekonomi yang menguat dan juga tingginya harga komoditas, serta dilaksanakan langkah-langkah reformasi perpajakan yang terus dilakukan secara konsisten.
Kombinasi dari pendapatan negara yang tumbuh kuat dan belanja negara yang tumbuh positif berdampak pada pengendalian resiko fiskal tahun 2022 yang sangat baik, solid, dan tercermin pada defisit APBN yang sebesar 2,38% dari PDB atau Rp464,33 triliun. Realisasi defisit APBN ini jauh lebih kecil dari target Perpres 98/2022 yaitu tadinya perkirakan 4,5% dari PDB.
“Dengan defisit yang jauh lebih rendah dari target awal, maka rasio utang pemerintah juga mengalami penurunan dari 40,74% dari PDB pada akhir tahun 2021 menjadi 39,57% dari PDB pada akhir tahun 2022. Selain itu, dari sisi keseimbangan primer APBN yang sebelumnya mengalami kenaikan dan negatif sangat besar, saat ini juga makin mengecil dan menuju netral atau positif,” jelas Menkeu.
Menkeu mengatakan, dengan kinerja APBN yang sangat baik dapat dimaknai bahwa APBN 2022 merupakan instrumen untuk meredam gejolak atau shock absorber, telah berfungsi optimal di dalam meredam berbagai syok atau gejolak yang berasal dari sisi global. APBN juga mampu melindungi masyarakat dan menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat agar tidak terguncang terlalu besar dari berbagai gejolak global.
“APBN juga terus mengendalikan resiko lebih solid sehingga dia bisa menjadi fondasi di dalam pertama menyehatkan kembali APBN pada tahun 2023 ini dan terus mendukung pemulihan ekonomi dan transformasi ekonomi Indonesia,” pungkas Menkeu. (net)