spot_img

Budaya Sarungan yang Kini Tak Lagi Dominan

Bismillahhirrahmanirrahim…
Dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, setiap tanggal 22 Oktober Bangsa Indonesia memperingati Hari Santri. Di saat peringatan Hari Santri inilah seluruh peserta berbusana sarungan sebagaimana yang dikenakan Presiden Joko Widodo.

SAPARIYANSYAH, BUDAYAWAN SPIRITUAL
Renungan di Beranda Kota Martapura

Ditengah-tengah luatnya arus modernisasi di segala bidang, setelan busana bermacam-macam. Nyaris model-model khas budaya kita terpinggirkan. Berkebaya dan sarungan seakan jarang ditemui di kawasan-kawasan umum. Demikian juga di kawasan Beranda Kabupaten Banjar, Kalsel yang identil dengan kehidupan religiusnya.

Pun demikian, kita patut berbangga dengan Presiden Joko Widodo yang telah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri. Minimal di hari itu budaya sarungan hidup kembali, walau bagi sebagian orang hanya sebatas serimoni saja.

Puluhan tahun silam, busana sarungan bukan hanya sebatas dikenakan masyarakat saat menimba ilmu di pondok pesantren atau majelis ilmu saja, seperti yang saat ini terlihat. Lebih dari itu sarung tidak pernah bisa dilepaskan dari aktivitas santri sepanjang waktu, baik pagi, sore, siang, maupun malam hari. Tidur, belajar, beribadah, jalan-jalan, bahkan berolahraga santri mengenakan kain sarung. Kain sarung bagi santri adalah perlengkapan yang wajib dimiliki.

Baca juga  Pemilu, Katakan Benar Itu Benar, Salah Itu Salah

Pemakaian kain sarung bagi masyarakat Banjar kala itu merupakan kekhasan. Apalagi bagi mereka yang pernah menimba ilmu agama di pondok-pondok pesantren. Bersarung merupakan pakaian kebanggaan.

Sarung adalah pakaian yang sangat fleksibel. Bisa dipakai tidur, ngaji, jalan-jalan, ke pasar, apalagi ke masjid. Harga, ukuran, dan corak motifnya sangat bervariasi. Merawatnya juga tidak susah dibandingkan dengan jenis pakaian lainnya. Dalam kondisi apapun sarung bisa dimanfaatkan. Ini sangat berbeda dengan jenis pakaian yang lain.

Fungsinya juga bermacam-macam. Disamping fungsi utamanya sama dengan celana, fungsi sarung fleksilbel. Bisa dipakai untuk ibadah di masjid, menghadiri undangan pengajian, resepsi dan pakaian keseharian di rumah. Tidak jarang secara mendadak sarung juga bisa digunakan sebagai rangsel untuk membawa barang dan pelampung renang.

Begitulah budaya sarungan yang kini sudah tak lazim lagi. Walau pun di Beranda Kota Martapura setiap saat kita masih bisa menyaksikan masyarakat yang tampil dengan sarungan di tempat-tempat umum. Namun yang tampil berbusana model minim juga tak kalah banyak walau pun di acara-acara keagamaan, seperti halnya Peringatan Hari Santri.

AFWAN
WASSALAM

BERITA LAINNYA

spot_img

BERITA TERBARU