Sabtu, April 20, 2024

APH Perkara KDRT Psikis Dinilai Membingungkan

Link, Banjarbaru – Bolak balik berkas dari aparat penegak hukum (APH) kepolisian dan kejaksaan, hingga satu tahun berlalu perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) secara psikis, statusnya masih saja P19 (berkas dinyatakan belum lengkap).

Terang saja perkara yang dilaporkan AF melalui Kuasa Hukumnya Hastati Pujiastuti SH, sudah mendudukan HM yang juga mantan suami AF sebagai tersangka, memunculkan tanda tanya swekaligus membingungkan.

“Kami menegarai pada perkara ini unsur kesengajaan APH memperlambat untuk menyelesaikan masalah.  Jujur kami bingung ada apa sebenarnya dengan mereka ini,” ungkap Hastati Pujisari SH, kepada Linkalimantan.com Kamis (15/7) sembari mengerutu sudah lebih satu tahun ini kasus itu masih saja belum selesai.

Itu pernyataan pihak Kasi Pidum Kejari Banjarbaru Ganes Adi Kusuma yang dengan enaknya menyebut kasus tersebut belum P21 karena bukti masih kurang, juga membingungkan.

“Alat bukti yang kami sodorkan kepada penyidik kala itu sudah sesuai dengan permintaan. Bahkan penambahan berkas alat bukti yang diminta juga telah dipenuhi. Lalu alat bukti yang mana lagi,” ungkapnya.

Bukti yang kami sampaikan ke penyidik sebutnya, juga diperkuat dengan adanya pengakuan dari dua orang saksi. Semuanya juga sudah dicantumkan di dalam berita acara pemeriksan.

“Jujur ya, dari awal kami juga sudah dipersulit. Bahkan sejak waktu awal pemeriksaan. Dimana menurut saksi ahli dari APH mengatakan perkara ini tidak memenuhi unsur pidana. Alasannya

beberapa bukti tidak dilampirkan tim penyidik secara lengkap. Namun belakangan disebutkan memenuhi unsur pidana setelah kami memberikan informasi secara utuh dan data apa yang dibutuhkan oleh saksi ahli untuk menganalisa. Setelah itu baru secara gamblang dan jelas mereka menyatakan bahwa unsur pidananya ada,” jelasnya.

Baca Juga  Keterangan Saksi KDRT Psikis Masih Kurang

Begitu juga soal psikis, paparnya lebih jauh, pihak penyidik juga enggan untuk  menggunakan bukti dari ahlinya.

“Padahal hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Dokter Pisikiater Winda dengan analisisnya sudah sangat jelas. Namun ternyata pihak penyidik tetap tidak memakai juga, malah meminta lagi kepisikolog yang lain, karena mereka beranggapan tidak boleh langsung melompati tapi harus ke pisikolog dulu baru pisikiater,” tuturnya.

Karena keinginan penyidik, pihaknya kembali mengikuti keinginan mereka. Hasilnmya, psokolog mendapati memang ada depresi. Lagi-lagi keterangan itu tidak mereka gunakan, dan polisi malah meminta lagi kepada korban untuk diperiksa di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum.

“Keinginan itu pun sudah dipenuhi dengan datang ke Sambang Lihum. Saya heran apa sih yang mereka cari, kalau juga skil dari para pemeriksa awal sama saja, haruskah mencari ahli jiwa yang lain lagi sebagai pembanding?” tuturnya.

Nah, setelah semua itu dilaksanakan, sebutnya, tiba-tiba melalui media Kasi Pidum Kejari Banjarbaru menyebutkan, deprsi yang dialami korban sudah jauh hari sebelum kejadian.

“Kami tahu bahwa hasil dari sambang lihum korban depresiasi dan mengalami beberapa pemulihan. Karena klien kami memang sudah ikut trapi. Kami terkejut jika klien kami diklaim Pak Ganes mengalami depresi sebelum kejadian. Jika benar mereka dapat data dari mana datanya? Tolong dibuka datanya,” ujarnya dengan nada keras Tanya.

Dirinya menginginkan jika memang kasus ini tidak bisa dibuktikan dan diteruskan maka sampaikan jangan diperlambat dan jika berlangsung juga sampaikan.

“Kalau prosesnya seperti ini terus, kami merasa aneh dengan sikap APH. Ada apa ini? Karena kasus ini sudah berjalan satu tahun lebih hingga kini bel ada kejelasannya,” sebutnya geram.(oetaya/BBAM)

spot_img
spot_img
spot_img

TERPOPULER

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img