spot_img

Delima Raih Goldman Environmental Prize, Setelah Perjuangkan Hutan Adat

Perjuangan aktivis lingkungan Delima Silalahi mendapatkan hak kelola hutan buat masyarakat adat di Sumatera Utara membuahkan penghargaan Goldman Environmental Prize 2023.

Delima (46) merupakan direktur eksekutif Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM). Organisasi nonpemerintah ini berdedikasi untuk perlindungan hutan adat di Sumatera Utara.

Berkat kampanye yang digalakkan Delima bersama KSPPM dan masyarakat yang dibinanya, pemerintah memberikan hak pengelolaan atas 7.213 hektare hutan adat pada enam kelompok masyarakat Tano Batak.

Delima mengaku bangga sudah jadi bagian dari perjuangan ini.

“Pohon benzoin hanya tumbuh di area ini. Itulah mengapa saya merasa bertanggung jawab untuk ambil bagian dari perjuangan itu. Karena itu bagian dari saya,” ujar Delima dalam sebuah video yang diunggah di laman Goldman Environmental Prize.

Masyarakat Sumatera Utara sejak lama membudidayakan pohon Styrax benzoin.

Getahnya yang dipanen biasa disebut kemenyan Sumatera dan digunakan dalam industri pembuatan minyak, wewangian dan obat. Menurut catatan sejarah, kemenyan Sumatera diperjualbelikan sejak abad 8.

Saat dibudidayakan, getah dapat dipanen terus-menerus hingga 60 tahun mendatang. Tentu getah pohon benzoin bisa jadi sumber pendapatan masyarakat setempat.

Akan tetapi, perusahaan pulp dan kertas Toba Pulp Lestari (TPL) merambah hutan yang selama ini dikelola masyarakat secara tradisional. TPL membuka hutan untuk menanam eukaliptus. Hutan yang kaya akan keanekaragaman hayati berubah jadi hutan monokultur.

Baca juga  Hari Lingkungan Hidup, Paman Birin Ucapkan Terimakasih

Baru pada 2013, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan bahwa hutan adat bukanlah hutan negaa. Delima dan KSPPM pun memanfaatkan putusan ini untuk peluang merebut kembali hutan adat.

Delima berkunjung ke desa-desa untuk mengedukasi masyarakat agar hutan dapat diklaim secara legal. Selain itu dia juga memfasilitasi pemetaan hutan dengan masing-masing kelompok masyarakat. Protes terhadap TPL pun digelar besar-besaran.

Akhirnya, pada Juni 2021, Delima serta anggota masyarakat adat bertemu dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendesak pengakuan terhadap hutan adat.

Baru pada Februari 2022, pemerintah memberikan hak pengelolaan sah atas 7.213 ha hutan adat pada enam kelompok masyarakat Tano Batak termasuk 6.333 ha dari TPL dan 884 ha dari kawasan hutan negara.

Masyarakat adat pun mereboisasi lahan dan menanam spesies hutan asli termasuk pohon benzoin atau pohon kemenyan.

Delima pun diganjar penghargaan Goldman Environmental Prize yakni penghargaan untuk individu atas upaya melindungi alam dan mengakui pemimpin dari kelompok akar rumput. (net)

Sumber: CNNIndonesia.com

BERITA LAINNYA

spot_img
spot_img

BERITA TERBARU