Jumat, Mei 16, 2025
BerandaHeadlineGemerlap Kehidupan Dunia Hanyalah Ilusi

Gemerlap Kehidupan Dunia Hanyalah Ilusi

Bismillahirrahmanirrahim
Kesadaran sejati muncul saat seseorang menyadari betapa fana dan betapa menipunya dunia. Semuanya hanya ilusi. Munculnya kesadaran sejati mengarahkan hatinya kepada sang Ilahi.

Safariyansyah, Budayawan Spiritualis
Mencari yang Hilang Memelihara yang Terlupakan

Membongkar diri dalam menjalankan kehidupan dunia sebagaimana bimbingan Alqur’an menjadi materi-materi utama kajian pada Ngaji Dialog di Beranda Lestari kediaman Birokrat Spiritualis DR Mada Teruna yang sekaligus sebagai pemandu ngaji dialog.

Seperti yang sudah-sudah kali ini saya kembali menukil materi kajian yang intinya bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permaihan dan senda gurau, perhiasan dan saling bermegah-megahan diantara kamu serta berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak keturunan. Sebagaimana yang terekam dalam surah Qur’an Al Hadid.

Dalam surah ini memperkuat transformasi batın bahwa kesadaran sejati  muncul saat seseorang menyadari betapa fana dan menipunya dunia, lalu mengarahkan hatinya kepada sang Ilahi. Ayat ini mengungkapkan bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan, hiburan, perhiasan, kebanggaan dan perlombaan harta serta keturunan semua itu fana, seperti tanaman yang subur karena hujan lalu menguning dan hancur.

DR Mada tegas menyebut bahwa dunia adalah ujian bukan tujuan. Pencerahan batın terjadi saat seseorang menyadari bahwa gemerlap dunia hanyalah ilusi dan kehidupan sejati ada pada ampunan serta ridla Allah. Sehingga, bukan dunia yang harus dikutuk melainkan keterikatan hati padanya yang perlu dilepaskan. Karena itulah jalan menuju kesadaran hakiki.

Dari sejak kecil kita diajarkan untuk mengejar prestasi untuk menjadi seseorang yang diakui dunia. Orang tua dan quru mengarahkan kita menuju pencapaian yang dianggap penting (menjadi anak yang membanggakan yang nantinya akan sukses dan dihormatı).

Dalam setiap langkan, kita diajarkan bahwa kesuksesan adalah tujuan utama (kita harus kaya, memiliki pekerjaan bagus dan terpandang). Di tengah semua itu kita perlahan melupakan pertanyaan-pertanyaan penting. Seperti; siapa diri kita sebenarnya?, Apa tujuan keberadaan kita di bumi ini?  Pertanyaan-pertanyaan semacam itu yang semakin lama semakin jauh terkubur di dalam hati.

Di bangku sekolah, kompetisi menjadi norma. Kita dibentuk untuk selalu berada di depan, mengunguli teman-teman, bukan hanya dalam nilai akademis, tapi juga di lapangan olahraga, dan kegiatan ekstrakulikuler lainnya. Nilai seseorang ditakar berdasarkan kemampuan untuk menjadi yang terbaik.

BACA JUGA :  Bulan Rabiul Awal, Siang Malam Gema Maulid Tersaji

Perlombaan tanpa henti ini ini menuntut kita untuk terus berlari tanpa pernah benar-benar berhenti sejenak, untuk melihat siapa kita. Apa yang kita inginkan, dan apakah kita pahagia dengan semua pencapaian itu

Dalam upaya kita untuk menjadi seseorang di mata dunia, kita semakin  jauh dari diri sejati kita, kita juga terpaku. Pada citra luar yang ingin kita ciptakan dengan mengabaikan panggilan batin yang lembut. Dunia mengajarkan kita bahwa makna hidup terletak pada keberhasilan yang dapat dilihat, namun dibalik semua itu ada kekosongan yang seringkali tidak kita sadari, kekosongan yang tidak dapat diisi capaian pencapaian duniawi. Karena mulai dari sejak kecil kita tumbuh dengan keyakinan bahwa kesuksesan adalah segalanya, dan hasrat untuk menang telah tertanam dalam setiap denyut nadi kita. dan kita pun diajarkan bahwa kekalahan adalah aib (nista) bahkan hampir setara dengan dosa besar.

Makanya kita melaju di jalan panjang kehidupan, berlari kencang di atas aspal yang disebut PRESTASI. Di setiap tikungan ada tuntutan untuk menjadi pemenang. (apapun yang kita lakukan hanya beberhasilan yang bisa memberi nilai di mata dunia).

Dalam kontes (perlombaan) yang mereka sebut kehidupan ini kita diajar bahwa uang adalah satu-satunya kuncı, sumberdaya yang paling berharga yang seolah-olah tanpa itu hidup kita ini tak berarti maka kita mengejarnya dengan penuh hasrat, bukan hanya untuk memenuhi keperluan (keharusan) saja. Tetapi juga untuk menumpuknya sebanyak mungkin dengan penuh nafsu dan keserakahan.

Lalu kita terperangkap dalam ilusi, bahwa memiliki lebih banyak uang akan memberi kita kebahagiaan dan rasa aman kita juga diajar bahwa keberhasilan adalah kunci segala-galanya, dan pencapaian adalah puncak tertinggi yang harus diraih. PERTANYAANNYA? BENARKAN ITU SEMUA??

AFWAN
WASSALAM

BERITA TERKAIT
spot_img
spot_img
spot_img

BERITA POPULER