Bismillahirrahmannirahim
Tatanan kultur budaya dari tahun ke tahun seakan kian ditinggalkan dalam meraih simpati rakyat. Sebaliknya untuk meraih tujuan apa pun dilakukan, termasuk kanibalisme suara. Saling sikut tak hanya terjadi antar partai saja, sesama anggota partai pun tak kalah sengitnya.
SAFARIYANSYAH, BUDAYAWAN SPIRITUAL
Catatan di Beranda Kota Martapura
Belakangan ancaman terjadinya kanibalisme suara mulai tampak. Berbagai dalih dilakukan dengan tujuan mengikat para pemilik suara untuk tidak memberikan ke pihak lain. Ironis! Para pelakunya hanya berpikir untuk kepentingan dirinya sendiri. Sementara dia bagian dari satu partai yang dalam perjuangan tidak sendiri.
Para pemilik suara (rakyat) bukanlah benda mati sebagaimana botol. Ya botol, ditaruh dimana saja ngikut, karena botol benda mati. Pesta demokrasi rakyat Indonesia lima tahunan sebentar lagi digelar. Trik dan intrik yang dijalankan para politikus menjadi bagian dari strategi untuk mendapatkan simpati rakyat. Sayang sedikit yang tidak mendasari strategi politiknya pada kultur budaya masyarakat.
Politik bagi-bagi sembako, uang menjadi pemandangan yang biasa terjadi di tengah-tengah masyarakat saat ini. Padahal dalam kultur budaya nusantara, utamanya budaya masyarakat Banjar strategi politik seperti itu jelas tidak dikenal sebelumnya.
Dari apa yang saya kaji sebut Ali Fahmi, mantan birokrat yang kini melakoni hidupanya sebagai politisi Partai Garuda Kalsel ini, politik uang dan sejenisnya itu merupakan gerakan sekuler yang berpotensi besar merusak tatanan kultur budaya.
“Gerakan sekuler yang berpotensi merusak tatanan budaya bagi sebagian besar pelaku politik sudah mulai mengancam tatatan dalam sitem kultur masyarakat. Ini berbahaya dan harus dihentikan atau minimal diimbangi dengan penyadaran pengembalian atau pemulihan sesuatu kepada bentuk dan kondisi semula. Katakanlah gerakan restorasi,” ujarnya.
Mengapa restorasi penting dilakukan? Ali dengan tegas menyebutkan untuk membangun masyarakat madani tidak ada pilihan lain selain kembali ke ajaran-ajaran budaya yang sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu.
“Tidak bisa dipungkiri, kultur budaya kita ini didasari dengan ajaran-ajaran agama yang pondasinya dibangun sejak ratusan tahun lalu. Ajaran agama Islam yang menjadi dasarnya. Kini semua itu terganggu dengan gerakan sekuler yang tergambar jelas dalam strategi politik,” katanya.
AFWAN
WASSALAM