spot_img

Polda Metro Jaya Tetapkan Ketua KPK Firli Bahuri Tersangka

Link, Jakarta – Polda Metro Jaya akhirnya menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri tersangka kasus pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).

Firli Bahuri tersangka kasus pemerasan di lingkungan Kementan, Firli terancam hukuman pasal 12 tentang UU Pemberantasan Korupsi. Berkaitan dengan pasal tersebut, menurut  Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya, Ade Safri Simanjuntak, Firli disebut telah melakukan tindakan melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara.

“Pasal 12 b ayat 1, setiap gratifikasi terhadap pegawai negeri atau penyelenggara negara atau yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dan kewajibannya ataupun tugasnya dan terkait dengan pasal 12 b ayat 1 di ayat keduanya disebutkan bahwa pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana yang dimaksud ayat 1, dipidana seumur hidup,” kata Ade kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Rabu (23/11/2023) malam.

Lebih jauh Ade Safri Simanjuntak mengatakan, bahwa Firli terancam hukuman pasal 12 tentang UU Pemberantasan Korupsi.

“Disebutkan dalam Pasal 12 b ayat 1, setiap gratifikasi terhadap pegawai negeri atau penyelenggara negara atau yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dan kewajibannya ataupun tugasnya dan terkait dengan pasal 12 b ayat 1 di ayat keduanya disebutkan bahwa pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana yang dimaksud ayat 1, dipidana seumur hidup,” papar Ade.

Baca juga  Pimpinan KPK Benarkan Lakukan Penggekedahan di Kantor Wali Kota Semarang

Ade juga menuturkan bahwa mantan Ketua Kabaharkam itu diancam hukuman pidana selama 20 tahun dengan denda maksimal sebesar Rp1 miliar. Adapun, Firli juga dipersangkakan Pasal 11 UU Tipikor dengan pidana paling lama lima tahun dengan denda pidana sebesar Rp250 juta.

“Sedangkan untuk Pasal 11, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan/atau pidana paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta, bagi pegawai negeri, atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan,” tambahnya. (tri)

BERITA LAINNYA

spot_img
spot_img

BERITA TERBARU