Link, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mendukung penuh implementasi pemanfaatan bakteri wolbachia, dalam memberantas nyamuk Aedes aygepti penyebab kasus demam berdarah dangue (DBD).
Penyebarluasan informasi itu, kata Menko Muhadjir melalui keterangannya perlu dilakukan sehingga masyarakat dapat percaya dengan hasil kajian ilmiah yang telah dilakukan.
“Kemudian melakukan filtering terhadap isu-isu yang kontraproduktif terhadap upaya kita untuk menangani masalah penyakit ini yang cukup memakan korban di Indonesia,” kata Menko Muhadjir.
Ia meminta pemerintah provinsi untuk dapat membantu mensosialisasikan informasi mengenai manfaat baik bakteri Wolbachia kepada masyarakatnya.
Bakteri Wolbachia diketahui merupakan bakteri alami yang banyak ditemui pada berbagai jenis serangga.
Melalui riset ilmiah yang dilakukan oleh para peneliti World Mosquito Program (WMP), bakteri Wolbachia yang disuntikkan ke nyamuk Aedes aygepti mampu mencegah replikasi virus dengue yang menjadi sumber penyakit DBD.
Menko Muhadjir menyampaikan apresiasinya kepada seluruh jajaran tim peneliti pemanfaatan nyamuk yang memiliki bakteri Wolbachia yang telah berupaya keras selama 12 tahun dalam melakukan uji coba saintifik hingga empat fase yang mengambil lokus di Yogyakarta.
Guru Besar sekaligus Peneliti Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada Adi Utarini mengatakan upaya penelitian yang telah dilakukan selama 12 tahun di wilayah Yogyakarta telah terbukti aman bagi manusia dan mampu mengurangi replikasi virus dangue di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti.
“Riset 12 tahun teknologi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia di Yogyakarta menghasilkan penurunan 77 persen kejadian dengue dan 86 persen rawat inap di rumah sakit akibat dangue,” kata Utarini.
Guru Besar IPB University Damayanti Buchori selaku ketua tim independen yang dibentuk Kemendikbudristek mengatakan hasil kajian analisis risiko terhadap pelepasan nyamuk Aedes aegypti yang mengandung Wolbachia disimpulkan bahwa kemungkinan atau konsekuensi munculnya dampak buruk terhadap ekologi, standar kesehatan, efektifitas kontrol populasi nyamuk, serta sosial ekonomi masyarakat dapat diabaikan.
Namun demikian, menurut Damayanti monitoring dan evaluasi tetap akan dilakukan untuk menghindari risiko yang akan muncul.
“Pengawasan ini penting sehingga dapat mendeteksi dan tanggap terhadap risiko apapun yang muncul atau jika ada di kemudian hari. Memastikan regulasi lokal juga perlu dilakukan karena berkaitan dengan keamanan hayati di masing-masing wilayah,” kata Damayanti. (tri)
Sumber: InfoPublik